Uang dan Kebijakan Moneter dalam Ekonomi Islam
Oleh : Setiawan bin Lahuri
(binlahuri@gmail.com)
Pendahuluan
Konsep uang dalam sistem ekonomi
Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi
Islam, konsep uang sangat jelas bahwa uang adalah uang dan bukan capital.
Sebaliknya, konsep tentang uang dalam ekonomi konvensional tidak jelas, sering
kali istilah uang diartikan secara ganda, yaitu uang sebagai uang dan uang
sebagai capital.[1]
Perbedaan lain adalah bahwa dalam
ekonomi Islam, uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept, sedangkan
capital adalah sesuatu yang bersifat stock concept. Sementara
dalam ekonomi konvensional terdapat beberapa pengertian. Frederic S. Mishkin
misalnya, mengemukakan konsep Irving Fisher yang menyatakan bahwa :[2]
MV = PT
Keterangan :
M = Jumlah
uang
V =
Tingkat perputaran uang
P =
Tingkat harga barang
T = Jumlah
barang yang diperdagangkan
|
Dari persamaan di atas dapat
diketahui bahwa semakin cepat perputaran uang, maka semakin besar income
yang diperoleh. Persamaan ini juga berarti bahwa uang bersifat flow concept. Fisher juga mengatakan
bahwa sama sekali tidak ada korelasi antara kebutuhan memegang uang (demand
for holding money) dengan tingkat suku bunga. Konsep Fisher ini hampir sama
dengan konsep yang ada dalam ekonomi Islam, bahwa uang adalah flow concept,
dan bukan stock concept.[3]
Pendapat lain adalah dari Marshall
Pigou yang menyatakan bahwa uang adalah stock concept, dengan demikian uang
adalah salah satu cara untuk menyimpan kekayaan (store of wealth).[4]
Dari uraian di atas, tidak mudah
untuk mengatakan bahwa perbedaan antara ekonomi Islam dan ekonomi konvensional
dalam masalah uang, adalah bahwa Islam memandang uang sesuatu yang bersifat flow
concept, sedangkan dalam ekonomi konvensional uang adalah stock concept.
Karena pada kenyataannya, dalam ekonomi konvensional sendiri terjadi perdebatan
yang panjang antara kelompok Friedman dan kaum monetaris di satu pihak, dengan
kelompok Keynesian dan Cambridge School di pihak yang lain. Kelompok pertama
mengatakan bahwa uang adalah flow concept, sedangkan kelompok kedua
menyatakan bahwa uang adalah stock concept.[5]
Konsep uang
dalam Islam
Kata nuqud (uang) tidak
terdapat dalam Al-Quran maupun Hadits, karena bangsa Arab umumnya tidak
menggunakan kata nuqud untuk menunjukkan harga. Mereka menggunakan kata dinar
untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas, dan dirham untuk
menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga menggunakan kata wariq
untuk menunjukkan dirham perak, kata `ain untuk menunjukkan dinar emas.
Sedangkan kata fulus (uang tembaga) adalah alat tukar tambahan yang
digunakan untuk membeli barang-barang murah.[6]
Menurut Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun,
definisi uang adalah apa yang digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai
harga, media transaksi pertukaran, dan media simpanan.
1. Uang sebagai Ukuran Harga dan Unit Hitungan
Ini adalah
fungsi utama uang, yaitu sebagai media pengukur nilai harga barang dan jasa,
dan perbandingan harga setiap barang dengan barang lainnya. Pada model barter
sulit untuk mengetahui harga setiap barang dan jasa terhadap lainnya.
Uang dalam fungsinya sebagai standar
ukuran umum harga, berlaku untuk ukuran nilai dan harga dalam semua barang atau
jasa, km untuk jarak, kg untuk berat, dan lain sebagainya. Dengan demikian uang
harus bersifat tetap secara proporsional pada daya tukar, sehingga bisa
berfungsi maksimal sebagai standar harga barang atau jasa. Dan inilah yang
ditegaskan oleh Ibnu Qayyim (w.751 H) bahwa dinar dan dirham alat untuk
mengukur harga barang, sehingga harus bersifat spesifik, akurat, dan tidak naik
dan turun.[7]
2. Uang sebagai Media Pertukaran (Medium of Exchange)
Uang menjadi alat tukar yang
digunakan untuk pertukaran barang dan jasa. Fungsi ini menjadi sangat penting
dengan kemajuan ekonomi, dimana transaksi dilakukan oleh banyak pihak.
Seseorang tidak lagi memproduksi setiap apa yang dibutuhkan, tetapi terbatas
pada barang tertentu saja. Dengan demikian, uang digunakan dalam dua macam
proses pertukaran barang dan jasa :
-
Proses
penjualan barang dan jasa dengan pembayaran uang
-
Proses
pembelian barang dan jasa dengan menggunakan uang.
Uang menjadi media transaksi yang
sah, yang harus diterima oleh siapapun bila ia ditetapkan oleh negara. Inilah
perbedaan uang dengan media transaksi lain seperti cek, kartu kredit, kartu
debet, dan lain sebagainya.
3. Uang sebagai Media Penyimpan Nilai
Uang yang diterima oleh seseorang, kadang
tidak dikeluarkan seluruhnya dalam satu waktu, tetapi disimpan untuk membeli
barang atau jasa pada waktu yang lain. Karena menyimpan barang, mempunyai
risiko yang tinggi, maka uang digunakan untuk menyimpan nilai barang atau jasa.
Ibnu Khaldun menyatakan bahwa uang
adalah sebagai alat simpan nilai, karena emas dan perak meruapakan barang
tambang yang bisa bertahan lama, maka dibuatlah uang dari emas, perak dan logam
lainnya.
4. Uang sebagai Standar Pembayaran Tunda
Karena proses jual-beli tidak selalu
terjadi dengan uang tunai, maka digunakanlah uang untuk alat pembayaran jual
beli dengan utang.[8]
Dari fungsi-fungsi tersebut jelas
bahwa yang terpenting adalah stabilitas uang, bukan bentuk uang itu sendiri.
Maka meskipun uang dinar dan dirham ditebitkan oleh bukan negara Islam,
keduanya dipergunakan pada zaman Nabi saw karena memenuhi kriteria uang yang
stabil.[9]
Dalam Islam, capital adalah private
goods, sedangkan uang adalah public goods. Uang yang ketika mengalir
adalah public goods atau flow concept, lalu mengendap ke dalam
kepemilikan pribadi seseorang (stock concept), uang tersebut berubah
menjadi milik pribadi (private goods).
Konsep public goods belum
dikenal dalam teori ekonomi sampai tahun 1980-an, baru setelah muncul ekonomi
lingkungan, muncul pembahasan tentang externalities, public goods,
dan lain sebagainya. Dalam Islam, konsep ini sudah dikenal lama, terlihat dari
Hadits : “Manusia mempunyai hak bersama dalam tiga hal : air, rumput dan api”
(HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibn Majah). Dengan demikian, berserikat dalam hal public
goods bukan merupakan hal yang baru dalam ekonomi Islam, bahkan konsep ini
sudah terealisasi, baik dalam bentuk musyarakah, muzara`ah, musaqah,
dan lain sebagainya.
Konsep
Islam
|
Konsep
Konvensional
|
·
Uang tidak
identik dengan modal
·
Uang
adalah publics goods
·
Modal
adalah private goods
·
Uang
adalah flow concept
·
Modal
adalah stock concept
|
·
Uang
seringkali diidentikkan dengan modal
·
Uang
(modal) adalah private goods
·
Uang
(modal) adalah flow concept – Fisher
·
Uang
(modal) adalah stock concept – Cambridge School
|
Untuk lebih menjelaskan konsep private
dan public goods, masing-masing dapat diilustrasikan dengan mobil dan
jalan tol. Mobil adalah private goods (capital), dan jalan tol
adalah public goods (money). Apabila mobil tersebut menggunakan
jalan tol, baru kita dapat menikmati jalan tol. Namun apabila mobil tersebut
tidak menggunakan jalan tol, maka kita juga tidak bisa menikmati jalan tol
tersebut. Dengan kata lain, jika uang yang kita miliki diinvestasikan dalam
proses produksi, maka kita baru akan mendapatkan lebih banyak uang.
Sedangkan dalam ekonomi
konvensional, uang dan capital dapat menjadi private goods. Uang
harus mendapatkan tambahan atau lebih banyak uang, baik yang diinvestasikan
dalam proses produksi, atau yang tidak diinvestasikan. Di sini kita mendapatkan
teori bunga (interest theory) yang dikemukakan oleh para ekonom
konvensional menjadi kabur.[10]
Kebijakan
Moneter
Sistem moneter sepanjang zaman telah
mengalami banyak perkembangan, sistem keuangan inilah yang paling banyak
dilakukan studi empiris mupun historis bila dibandingkan dengan disiplin ilmu
ekonomi yang lain.
Sejarah
Kebijakan Moneter Islam
Sistem keuangan pada zaman Nabi saw
menggunakan bimetalic standard yaitu emas dan perak (dinar dan dirham),
karena keduanya adalah alat pembayaran yang sah dan beredar di masyarakat.
Nilai tukar emas dan perak pada masa Nabi saw relatif stabil, dengan nilai kurs
dinar-dirham 1 : 10. Namun demikian, stabilitas nilai kurs pernah mengalami
gangguan karena adanya disequilibrium antara supply dan demand. Misalnya pada
masa dinasti Umayyah (41/662-132/750) rasio kurs antara dinar-dirham 1 : 12,
sedangkan pada masa dinasti Abbasiyah (132/750-656/1258) berada pada kisaran 1
: 15.[11]
Di samping nilai tukar pada dua
pemerintahan ini, pada masa yang lain nilai tukar dinar dan dirham mengalami
berbagai fluktuasi, dengan nilai paling rendah pada level 1 : 35 sampai 1 : 50.
Instabilitas dalam nilai tukar uang ini akan mengakibatkan terjadinya uang
kualitas buruk akan menggantikan uang kualitas baik (bad coins to drive good
coins out of circulations, yang dalam literatur konvensional peristiwa ini
disebut dengan hukum Gresham. Seperti yang pernah terjadi pada masa
pemerintahan Bani Mamluk (1263-1328 M), dimana mata uang logam yang beredar
terbuat dari fulus (tembaga) mendesak keberadaan uang logam emas dan perak. Peristiwa
ini terjadi saat uang dari jenis emas (dinar) dan perak (dirham) menghilang
dari peredaran karena adanya perbedaan nilai kurs dengan daerah lain. Sebagai
contoh, bila kurs di wilayah pemerintahan Mamluk adalah 1 : 20 ( 1 emas banding
20 fulus tembaga), sedangkan daerah lain adalah 1 : 25, maka emas (dinar) yang
ada di daerah Mamluk akan dibawa ke wilayah lain yang akan dapat ditukarkan
dengan 25 fulus. Tentu saja perbedaan nilai ini akan mengakibatkan emas di
peredaran akan menghilang.[12]
Perkembangan emas sebagai standar
dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi, yaitu :
a. The gold coin standard, di mana logam emas mulia
sebagai uang yang aktif dalam peredaran,
b. The gold bullion standard, di mana
logam emas bukanlah alat tukar yang beredar, namun otoritas moneter menjadikan
logam emas sebagai parameter dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar,
c. The gold exchange standard, di mana
otoritas moneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign
currency yang mampu diback-up secara penuh oleh cadangan emas yang
dimiliki.[13]
Manajemen
Moneter Islam
Dalam Al-Quran maupun Sunnah tidak
ditemukan secara spesifik keharusan untuk menggunakan dinar (emas) dan dirham
(perak) sebagai standar nilai tukar uang. Khalifah Umar bin Khattab (23/644)
telah mencoba untuk memperkenalkan jenis uang dari kulit binatang. Beberapa
fuqaha diantaranya Ahmad Ibn Hanbal, Ibn Hazm dan Ibn Taimiyah mendukung
keberadaan uang fiducier ini, namun Ibn Taimiyah mengingatkan bahwa
penggunaan uang ini akan mengakibatkan hilangnya uang dinar dan dirham dari
peredaran. Sementara Imam Al-Ghazali memperbolehkan penggunaan uang yang tidak
dikaitkan dengan emas dan perak selama pemerintah mampu menjaga nilainya.
Hal ini membawa kita kepada dua
pertanyaan yang saling berkaitan, mengenai siapa yang berhak mengeluarkan uang
fiducier dan bagaimana stabilitas nilai uang tersebut dapat dicapai dalam
sistem keuangan tanpa bunga. Secara umum, para fuqaha telah menyepakati bahwa
hanya otoritas yang berkuasa saja yang berhak untuk mengeluarkan uang, dan
pemerintah wajib menjamin terciptanya kestabilan nilai uang tersebut. Dalam hal
ini, Al-Ghazali mensyaratkan pemerintah untuk :
1. Menyatakan
uang fiducier yang dicetak sebagai alat pembayaran resmi
2. Wajib menjaga nilainya dengan mengatur
jumlah uang yang beredar sesuai dengan kebutuhan
3. Memastikan tidak adanya perdagangan uang.[14]
Keberadaan uang dalam sebuah
perekonomian memberikan arti yang sangat penting. Ketidakadilan dari alat ukur
yang diakibatkan adanya instabilitas nilai tukar uang, akan mengakibatkan
perekonomian tidak berjalan pada titik keseimbangan. Hal ini akan semakin mempersulit
untuk merealisasikan keadilan dalam sosial ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Ibnu Khaldun menyatakan bahwa suatu negeri tidak akan mungkin mampu melakukan
pembangunan secara berkesinambungan tanpa adanya keadilan dalam sistem yang dianutnya.[15]
Stabilitas harga berarti terjaminnya
keadilan uang dalam fungsinya, sehingga perekonomian akan relatif berada dalam
kondisi yang memungkinkan sumber daya teralokasi secara merata, pendapatan
terdistribusi dengan baik, optimum growth, full employment, dan
stabilitas perekonomian.
Penutup
Pada dasarnya, kebutuhan manusia
dapat dibedakan menjadi dua jenis : perlu serta mendesak, dan tidak perlu serta
kurang bermanfaat. Komponen pertama dapat dimasukkan sebagai permintaan uang
untuk konsumsi pemenuhan kebutuhan dan investasi produksi. Sedangkan jenis
kedua meliputi konsumsi yang berlebihan (israf), investasi yang tidak produktif
dan spekulasi.
Dalam sebuah studi yang dilakukan
oleh Enzler Conrad dan Lewis Johnson[16],
telah ditemukan bukti yang memperkuat untuk sampai pada kesimpulan bahwa di
Amerika Serikat, saham modal yang ada pada saat ini telah mis-alokasi sangat
serius di antara sektor (ekonomi dan jenis-jenis modal), dana yang mis-alokasi
mungkin sangat serius tersebar dalam berbagai sektor perekonomian dan jenis
modal.
Dengan kata lain dapat dikemukakan
bahwa upaya regulasi untuk mengendalikan permintaan uang dengan suku bunga
sebagai instrumen moneter, justru akan mengakibatkan penyalahgunaan sumber dana
untuk tujuan yang tidak produktif. Regulasi yang dicirikan dengan memainkan
peranan suku bunga dalam sektor makro, telah membawa permintaan uang ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan yang kurang perlu, investasi yang kurang produktif,
dan tingginya spekulasi.
Oleh karena itu, para ekonom Islam
lebih mengandalkan pada tiga variabel penting di dalam manajemen permintaan
uang. Variabel-variabel tersebut adalah[17]
:
1. Niali-nilai moral,
2. Lembaga-lembaga sosial-ekonomi dan politik, termasuk mekanisme
harga,
3. Tingkat keuntungan riil sebagai pengganti keberadaan suku bunga.
Ketiga variabel ini akan saling
mendukung dalam mengendalikan permintaan uang. Meskipun nilai-nilai moral
kurang mampu secara langsung dalam menentukan seberapa besar jumlah uang yang
diminta, namun variabel ini akan mengurangi sikap konsumsi yang boros dan tidak
perlu, juga akan mengurangi tindakan penggunaan uang yang bersifat spekulatif.
Mekanisme harga juga akan membantu mengalokasikan sumber dana pada tujuan yang
lebih efisien.
Keberadaan suku bunga sebagai
instrument intermediary dalam sistem keuangan, dapat menjadikan pola konsumsi
masyarakat di luar batas kemampuannya dan mengarahkan investasi pada bidang
yang kurang produktif atau terlalu spekulatif, karena sistem bunga telah gagal
sebagai mekanisme kontrol terhadap penggunaan dana pinjaman.
Dengan adanya tingkat keuntungan
sebagai pengganti dari keberadaan suku bunga, diharapkan akan lebih mampu untuk
mengarahkan pada pola permintaan uang yang ditujukan untuk konsumsi yang tidak
berlebihan (israf), dan investasi yang berorientasi keuntungan di sektor riil.
Kesinambungan antara ketiga variabel ini dalam suatu sistem moneter, akan dapat
menciptakan pola permintaan uang yang relatif stabil.
Daftar
Pustaka :
Al-Mushlih, Abdullah dan Al-Shawi,
Shalah, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Penerjemah : Abu Umar Basyir,
Darul Haq, Jakarta, 2004.
An-Nabhani, Taqyuddin, Membangun
Sistem Ekonomi Alternatif : Perspektif Islam, Risalah Gusti, Surabaya,
Cetakan Ketujuh, 2002.
Chapra, M. Umer, Sistem Moneter
Islam, Penerjemah : Ikhwan Abidin Basri, Gema Insani Press, Jakarta,
Cetakan Pertama, November 2000.
Hasan, Ahmad, Mata Uang Islami :
Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islam, Penerjemah : Saifurrahman Barito
& Zulfakar Ali, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005.
Karim, Adiwarman A., Ekonomi
Makro Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta, Edisi Kedua, 2007.
____________, Ekonomi Islam :
Suatu Kajian Kontemporer, Gema Insani Press, Jakarta, Cetakan Ketiga, Maret
2007.
Mannan, M. Abdul, Ekonomi Islam :
Teori dan Praktek, Penerjemah : M. Nastangin, Dana Bhakti Wakaf,
Yogyakarta, 1997.
Nasution, Mustafa Edwin, dkk, Ekonomi
Makro Islam : Pendekatan Teoritis, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta,
Cetakan Pertama, Januari 2008.
Nasution, Mustafa Edwin, dkk, Kebijakan
Ekonomi dalam Islam, Kreasi Wacana, Yogyakarta, Cetakan Pertama, Desember
2005.
Zallum, Abdul Qadir, Sistem
Keuangan di Negara Khilafah, Penerjemah : Ahmad S. Dkk, Pustaka Thariqul
Izzah, Bogor, 2006.
[1] Lihat antara lain Colin Rogers,
Money, Interest and Capital : A Study in The Foundation of Monetary Theory,
Cambrige University Press, 1989, dalam Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro
Islami, RajaGrafindo Persada, Jakarta, Edisi Kedua, 2007, h : 77
[2] Lihat Frederic S. Mishkin, The
Economy of Money, Banking, and Financial Market, New York, Addison Wesley
Longman, 2001, Edisi 6, dalam Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami,
ibid, h : 77
[3] Ibid, h : 78
[4] Idib, h : 78
[5] Ibid, h : 78
[6] Ahmad Hasan, Mata Uang
Islami : Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami, penerjemah :
Saifurrahman Barito & Zulfakar Ali, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, h
: 2-7
[7] Ibid, h : 12-13
[8] M. Ali al-Laitsi dan M. Mahrus
Ismail, Muqaddimah fi al-Iqtishad, Dar al-Nahdhah, Beirut, 1970, h : 308
[9] Uang dinar yang terbuat dari
emas diterbitkan oleh Raja Dinarius dari kerajaan Romawi, sedangkan uang dirham
dari perak diterbitkan oleh Ratu dari kerajaan Sasanid Persia, ibid, h : 28-31,
lihat juga Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam, ibid, h : 82
[10] Lebih lanjut lihat Adiwarman A. Karim, Ekonomi
Makro Islam, ibid, h : 80
[11] M. Dhiya al-Din al-Rais, Al-Kharraj wa
al-Nudzum al-Maliyah li al-Daulah al-Islamiyah, Maktabah al-Anglo
al-Mishriyah, Kairo, h : 369
[12] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam, ibid,
h : 177-178
[13] Ibid, h : 178
[14] Penekanan Al-Quran mengenai uang adalah
jaminan adanya keadilan dalam fungsinya sebagai alat tukar, alat ukur dan alat
penyimpan daya beli adalah QS. 6 : 152, 7 : 85, 11 : 85, 17 : 35 dan 26 : 181).
[15] M. Umer Chapra, Why has Islamic Prohibited
Interest?, Review fo Islamic Economics, No.9, h : 5-20, dalam Adiwarman A.
Karim, Ekonomi Makro Islam, ibid, h : 178-179
[16] Sebagaimana dikutip dalam M. Umer Chapra, Sistem
Moneter Islam, (terjemahan dari : Toward A Just Monetary System),
penerjemah : Ikhwan Abidin Basri, Gema Insani Press, Jakarta, 2000, h : 66-69
[17] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam, ibid,
h : 179-180
izin copas
BalasHapusSaya Ikmaludin Husnah dan saya mengambil saya keluar waktu untuk bersaksi tentang ibu Amanda karena dia akhirnya menawarkan saya.
BalasHapusSaya dan suami saya masuk ke utang yang sangat besar dengan Bank dan kami mencari pinjaman dari perusahaan pinjaman yang berbeda tetapi semua datang ke sia-sia. Sebaliknya mereka masuk kami ke lebih banyak utang, meninggalkan kami bangkrut sampai aku datang dengan ibu Amanda, yang menawarkan pinjaman. Sekarang kita memiliki akhirnya menetap utang kami dan memulai bisnis baru dengan uang kiri dari pinjaman. Anda dapat menghubungi dia kemarin untuk pinjaman apapun, dan jumlah.
Hubungi Ibu Amanda melalui email berikut. amandaloans@qualityservice.com atau amandarichardson686@gmail.com atau Anda hanya dapat menghubungi saya melalui email saya untuk lebih lanjut lebih petunjuk ikmahusnah@gmail.com
Saya TKI DI MALAYSIA
BalasHapusMaaf sebelumnya jika lewat Tempat ini saya menceritakan kisah hidup saya niat saya hanyalah semata ingin berbagi tapi semua tergantung Anda percaya atau tidak yg jelasnya inilah kenyataannya...
Syukur alhamdulillah kini saya bisa menghirup udara segar di indonesia karnah sudah sekian lama saya ingin pulang ke kampung halaman namun tak bisa sebab,saya harus bekerja di negri orang (Arab Saudi) karna ada hutang yang harus saya bayar di majikan yaitu 257 juta untuk uang indo namun saya tidak pusing lagi sebab kemaring saya di berikan Info oleh seseorang yang tidak saya kenal,katanya kalau mengalami kesulitan Ekonomi,Terlilit hutang silahkan minta bantuan sama
KI BARONG di Nomor telfon 0852 8895 8775 di jamin bantuan beliau 100% …
ATAU >>KLIK DISINI<<
BANTUAN DARI KI BARONG
1.PESUGIHAN
2.TOGEL
3. DANAH GHAIB
4.PENGGANDAAN UANG
5.UANG BALIK
6.PEMIKAT
7.PENGLARIS BISNIS (Jualan,Tokoh,warung)
8.PERLANJAR DALAM BERBAGAI HAL
Jadi saya beranikan diri menghubungi beliau dan menyampaikan semua masalah saya dan alhamdulillah saya bisa di bantu,kini semua hutang saya sama majikan di Saudi semua bisa terlunasi dan punya modal untuk pulang kampung,,,,
Jadi buat yang pengen seperti saya silahkan hubungi KI BARONG di nomor 0852 8895 8775 Anda tidak usah ragu akan adanya penipuan atau hal semacamnya sebab saya dan yg lainnya sudah membuktikan keampuhan bantuan beliau kini giliran Anda trimahkasi….