Rabu, 20 November 2013

Investasi dalam Perspektif Syariah : Mengenal Risiko dan Manajemen Risiko dalam Investasi Syariah

Investasi dalam Perspektif Syariah :
Mengenal Risiko dan Manajemen Risiko dalam Investasi Syariah
Setiawan bin Lahuri
(binlahuri@gmail.com)


Pendahuluan
Semakin pesatnya perkembangan bisnis syariah di Indonesia, maka peluang yang dihadapi oleh para pelaku bisnis syariah dalam mengembangkan sumber daya masyarakat adalah sosialisasi mengenai mekanisme, transaksi dan operasionalisasi pada dunia bisnis tersebut. Sehingga bisnis syariah yang telah ada dapat berkembang dengan maksimal. Hal inilah yang menjadi tantangan pada bisnis syariah di Indonesia, dimana mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim. Oleh karena itu partisipasi dari masyarakat sangat diperlukan.
Sementara tantangan dan ganjalan yang dihadapi dalam investasi syariah adalah konsep bagi hasil yang tidak mampu memberikan patokan tingkat penghasilan yang pasti. Pintar tidaknya sang pengelola dana akan menjadi ukuran sekaligus berdampak pada hasil yang bisa diperoleh investor. Disadari bahwa instrumen investasi syariah masih terbatas, sehingga kemampuan pengelola dana dalam mengatur portofolionya juga harus piawai. Diversifikasi investasi yang terbatas jelas akan menyulitkan pengelola dana. Oleh karena itu, investasi syariah mempunyai risiko yang lebih tinggi.[1]
Secara umum dapat dikatakan bahwa syariah menghendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara perolehannya, maupun cara penggunaannya. Selain itu, prinsip investasi syariah juga harus dilakukan tanpa paksaan, adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi dan jasa yang tidak dilarang oleh Islam, termasuk bebas manipulasi dan spekulasi.[2]
Dari sini dapat diasumsikan bahwa bentuk investasi syariah dalam membangun ekonomi nasional harus diperhitungkan, karena tingkat perkembangannya yang relatif cepat. Demi terpenuhinya peluang dan tantangan tersebut, maka harus dirumuskan dan disosialisasikan mengenai manajemen investasi syariah, sehingga partisipasi masyarakat dalam bisnis ini juga akan meningkat.
Membahas manajemen investasi, maka ruang lingkupnya akan terlalu luas, sehingga pembahasan ini akan dibatasi pada tinjauan teoritis manajemen investasi syariah di Indonesia. Baik deposito syariah, pasar modal syariah serta reksadana syariah. Dimana masih ada hubungan signifikan dengan praktik investasi yang terjadi di lapangan.

Teori Manajemen Investasi
Secara umum investasi berarti penundaan konsumsi saat ini untuk konsumsi di masa yang akan datang. Dengan pengertian bahwa investasi adalah menempatkan modal atau dana pada suatu asset yang diharapkan akan memberikan hasil atau akan meningkatkan nilainya di masa yang akan datang. Dari sini, investasi berarti diawali dengan mengorbankan potensi konsumsi saat ini untuk mendapatkan peluang yang lebih baik atau besar di masa yang akan datang.
Berikut karakteristik investasi:[3]
  1. Modal sebagai penentu keputusan
  2. Waktu yang tepat untuk mengambil keputusan
Karena investasi adalah hubungan keputusan pada pilihan keuangan atas modal/dana dengan waktu.
Macam-macam Investasi
            Investasi secara umum dapat dibagi menjadi dua macam :  
A.      Real Investment
Real investment adalah investasi yang berhubungan dengan bisnis di sektor riil. Dimana aspek ini lebih didominasi oleh industri perbankan.
B.      Financial Investment
Sementara Financial Investment adalah investasi yang dilakukan pada aspek keuangan, seperti obligasi, saham, reksadana, dan pasar modal.
Konsep Dasar Investasi
            Sementara itu konsep dasar investasi adalah hal-hal berikut ini :[4]
A.      Pengaruh Waktu dan Pilihan
Hasil investasi merupakan akibat dari pilihan investasi atau jenis atas modal yang diinvestasikan dan jangka waktu investasinya.
B.      Prinsip Compounding
Compounding adalah menempatkan kembali hasil investasi ke dalam pokok untuk mendapatkan hasil ganda.
C.      Risk – Return Trade Off
Keuntungan dari cash flows dan atau hasil penjualan harta atau aset investasi adalah merupakan hasil investasi. Dimana risikonya terletak pada deviasi antara hasil yang diharapkan dengan kenyataan yang terjadi. Hal inilah yang kemudian menjadikan konsep dasar investasi. Yaitu semakin tinggi keuntungan berarti semakin tinggi risiko yang mungkin akan dihadapi. Yang menjadikan investasi harus menentukan langkah memaksimalkan keuntungan dengan menekan risiko serendah-rendahnya.
D.     Pilihan yang Rasional
Dalam menentukan pilihan rasional seorang investor harus mencari hasil terbaik dengan risiko terendah.
E.      Diversifikasi
Pemikiran ini didasarkan pada prinsip peluang bisnis, yang menjelaskan bahwa setiap usaha mempunyai peluang bisnis yang berbeda-beda.
F.      Waktu Investasi
Penentuan waktu investasi adalah elemen yang paling kritis terhadap keberhasilan investasi. Praktik penentuan waktu ada beberapa teori:
  1. Waktu memulai investasi
  2. Masa investasi
  3. Waktu mengalihkan investasi
Strategi mengatasi permasalahan waktu adalah dengan melakukan investasi secara berkala dengan nilai tertentu.

Investasi dalam Perspektif Islam
Investasi merupakan bentuk aktif dari ekonomi syariah. Sebab setiap harta ada zakatnya, jika harta tersebut didiamkan maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini adalah mendorong untuk setiap muslim menginvestasikan hartanya. Harta yang diinvestasikan tidak akan termakan oleh zakat, kecuali keuntungannya saja.[5]
Dalam investasi kita mengenal harga. Harga adalah nilai jual atau beli dari sesuatu yang diperdagangkan. Selisih harga beli terhadap harga jual disebut profit margin. Harga terbentuk setelah terjadinya mekanisme pasar.
Suatu pernyataan penting yang disampaikan oleh seorang ulama besar al-Ghozali adalah keuntungan merupakan kompensasi dari kepayahan perjalanan, risiko bisnis dan ancaman keselamatan diri pengusaha. Sehingga sangat wajar seseorang memperoleh keuntungan yang merupakan kompensasi dari risiko yang ditanggungnya.
Ibnu Taimiah berpendapat bahwa penawaran bisa datang dari produk domestik dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan harapan dan pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga tergantung besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai dengan aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah SWT. [6]

Prinsip-prinsip Ekonomi Islam dalam Investasi
Prinsip-prinsip Islam dalam muamalah yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syariah (pihak terkait) adalah:[7]
  1. Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
  2. Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
  3. Keadilan pendistribusian kemakmuran.
  4. Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
  5. Tidak ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan/samar-samar).
Berdasarkan keterangan di atas, maka kegiatan di pasar modal mengacu pada hukum syariat yang berlaku. Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syariah tidak boleh disalurkan kepada jenis industri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan. Pembelian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi dan lainnya yang bertentangan dengan syariah berarti diharamkan.
Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Tidak ada unsur riba, tidak bersifat spekulatif atau judi. Dan semua transaksi harus transparan, dengan demikian diharamkan adanya insider trading.

Analisis Fiqh pada Investasi Syariah
Istilah mudharabah merupakan istilah yang paling banyak digunakan oleh bank-bank syariah. Prinsip ini juga dikenal sebagai qiradh atau muqaradah.
Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggungjawab atas pengelolaan usaha.
Dalam sejarahnya, orang-orang Madinah meyebut kontrak jenis ini dengan sebutan muqaradah, dimana perkataan ini diambil dari perkataan qard yang berarti menyerahkan. Dalam hal ini pemilik modal akan menyerahkan modalnya kepada pengusaha. Keuntungan hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah bagi hasil untung/rugi yang telah disepakati bersama sejak awal. Kalau rugi, maka pemilik modal akan kehilangan sebagian imbalan dari hasil kerja keras dan manajerial skil selama proyek berlangsung.
Mudharabah adalah suatu kerjasama kemitraan yang terdapat pada zaman jahiliah yang diakui oleh Islam. Di antara orang yang melakukan kegiatan mudharabah ialah Nabi Muhammad SAW sebelum beliau menjadi Rasul. Beliau bermudharabah dengan calon istrinya Khadijah dalam melakukan perniagaan antara negeri Makkah dengan negeri Syam.
Dalam transaksi mudharabah harus memenuhi beberapa syarat yang meliputi, yaitu:[8]
  1. Shahibul maal (pemilik dana/nasabah).
  2. Mudharib (pengelola dana/pengusaha/bank), amal (usaha/pekerjaan).
  3. Ijab dan Qabul.
Dilihat dari kuasa yang diberikan kepada pengusaha, mudharabah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut:
  1. Mudharabah Muthlaqah (investasi tidak terikat) yaitu pihak pengusaha diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan/gangguan apapun urusan dalam proyek tersebut, dan tidak terikat dengan waktu, tempat, jenis, perusahaan, pelanggan. Investasi tidak terikat ini pada usaha perbankan syariah diaplikasikan pada tabungan dan deposito.
  2. Mudharabah Muqayyadah (investasi terikat) yaitu pemilik dana (shahibul maal) membatasi/memberi syarat kepada mudharib dalam pengelolaan dana seperti, hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu, cara, waktu, dan tempat tertentu saja. Bank dilarang mencampurkan rekening investasi terikat dengan dana bank atau dana rekening lainnya pada saat investasi.
Pada transaksi ini bank dilarang untuk menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan tanpa penjamin atau jaminan. Bank diharuskan melakukan investasi sendiri tidak melalui pihak ketiga. Jadi, dalam investasi terikat ini pada prinsipnya kedudukan bank sebagai agen saja, dan atas kegiatannya tersebut bank menerima imbalan berupa fee.
Pada pola investasi terikat dapat dilakukan dengan cara channelling dan executing, yakni:
  1. Channelling, apabila semua risiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank sebagai agen tidak menanggung risiko apapun.
  2. Executing, apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko dan hal ini banyak yang menganggap bahwa investasi terikat executing ini sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip mudharabah, namun dalam akuntansi perbankan syariah diakomodir karena dalam praktiknya pola ini dijalankan oleh bank syariah.

Bentuk dan Praktik Investasi Syariah
Aktivitas perdagangan dan usaha yang sesuai dengan syariah adalah kegiatan usaha yang tidak berkaitan dengan produk atau jasa yang haram seperti makanan haram, perjudian atau kemaksiatan. Selain itu juga menghindari cara perdagangan dan usaha yang dilarang, termasuk yang tergolong praktik riba, gharar dan maysir.
Kenyataannya tidak semua aktivitas perdagangan dan usaha memenuhi ketentuan syariah. Untuk itu fatwa ulama diperlukan guna memastikan pemenuhan kualifikasi tersebut. Fatwa mengenai halal-haram transaksi keuangan syariah di Indonesia ditetapkan Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) dengan bantuan tenaga praktisi. Sedangkan penerapannya dilaksanakan dengan bantuan Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Salah satu tonggak penting dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia adalah beroperasinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992. Perbankan syariah semakin marak setelah diterbitkan UU No. 10/1998 yang memungkinkan perbankan menjalankan dual banking system atau bank konvensional dapat mendirikan divisi syariah. Dengan adanya undang-undang tersebut bank-bank konvensional mulai melirik dan membuka unit usaha syariah.
Faktor utama yang mendukung perkembangan ekonomi syariah di Indonesia di masa mendatang adalah jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas muslim. Selain itu adanya peningkatan kesadaran umat Islam dalam berinvestasi sesuai syariah. Mengingat begitu pentingnya investasi sebagai salah satu perilaku ekonomi, maka menjadi penting pula pemahaman mengenai teori dan praktik investasi tersebut.

Bentuk-bentuk Investasi Syariah
1.     Deposito Syariah
Dalam operasionalnya di dunia perbankan, transaksi ini mempunyai karakteristik tersendiri, yaitu:[9]
Pertama, kedua belah pihak yang mengadakan kontrak antara pemilik dana dan mudharib akan menentukan kapasitas baik sebagai nasabah maupun pemilik. Di dalam akad tercantum pernyataan yang harus dilakukan kedua belah pihak yang mengadakan kontrak dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Di dalam perjanjian tersebut harus dinyatakan secara tersurat maupun tersirat mengenai tujuan kontrak.
  2. Penawaran dan penerimaan harus disepakati kedua belah pihak di dalam kontrak tersebut.
  3. Maksud penawaran dan penerimaan merupakan suatu kesatuan informasi yang sama penjelasannya, selanjutnya perjanjian bisa saja berlangsung melalui proposal tertulis dan langsung ditandatangani.
Kedua, modal adalah sejumlah uang pemilik dana diberikan kepada mudharib untuk diinvestasikan atau dikelola dalam kegiatan usaha mudharabah.
Adapun syarat yang tercakup dalam modal adalah sebagai berikut:
  1. Jumlah modal harus diketahui secara pasti termasuk jenis mata uangnya.
  2. Modal harus dalam bentuk tunai, seandainya berbentuk aset menurut mayoritas ulama Fiqh diperbolehkan, asalkan berbentuk barang niaga dan mempunyai nilai atau historinya pada saat mengadakan kontrak. Bila aset tersebut berbentuk non-kas yang siap dimanfaatkan, seperti pesawat dan kapal, menurut Madzab Hanbali diperbolehkan sebagai modal mudharabah asalkan mudharib tetap menginvestasikan semua modal tersebut dan berbagi hasil dengan pemilik dana dalam pendapatan dari investasi dan pada akhir jangka waktu.
  3. Modal harus tersedia dalam bentuk tunai tidak dalam bentuk piutang.
  4. Modal mudharabah langsung dibayar kepada mudharib. Beberapa ulama berbeda pendapat mengenai cara realisasi pencarian dana, yaitu dibayar langsung dengan cara lain dilaksanakan dengan memungkinkan mudharib untuk memperoleh manfaat dari modal tersebut bagaimanapun cara akuisisinya. Sesuai dengan pendapat kedua, pengadaan kontrak dapat dilaksanakan untuk keseluruhan modal dan pembayarannya kepada mudharib dapat dibuat dalam beberapa angsuran.
Ketiga, keuntungan adalah jumlah yang melebihi jumlah modal dan merupakan tujuan mudharabah dengan syarat-syarat sebagai berikut:
  1. Keuntungan ini haruslah berlaku bagi kedua belah pihak dan tidak ada satu pihakpun yang akan memilikinya.
  2. Haruslah menjadi perhatian dari kedua belah pihak dan tidak terdapat pihak ketiga yang akan turut memperoleh bagi hasil darinya. Porsi bagi hasil keuntungan untuk masing-masing pihak harus disepakati bersama pada saat perjanjian ditandatangani. Bagi hasil mudharib harus secara jelas dinyatakan pada saat pengadaan kontrak dilakukan.
  3. Pemilik dana akan menanggung semua kerugian sebaliknya mudharib tidak menanggung kerugian sedikitpun. Akan tetapi, mudharib harus menanggung kerugian bila kerugian itu timbul dari pelanggaran perjanjian atau penghilangan dana tersebut.
Keempat, jenis usaha/pekerjaan diharapkan mewakili/menggambarkan adanya kontribusi mudaharib dalam usahanya untuk mengembalikan/membayar modal kepada penyedia dana. Jenis pekerjaan dalam hal ini berhubungan dengan masalah manajemen dari pembiayaan mudharabah itu sendiri. Di bawah ini merupakan syarat-syarat yang harus diterapkan dalam usaha/pekerjaan mudharabah adalah sebagai berikut:
  1. Bentuk pekerjaan/usaha merupakan hak khusus mudharib tidak ada intervensi manajemen dari pemilik dana.
  2. Penyedia dana tidak harus boleh membatasi kegiatan mudharib sperti melarang mudharib agar tidak sukses dalam pencarian laba/keuntungan.
  3. Mudharib tidak boleh melanggar hukum Islam dalam usahanya dan juga harus mematuhi praktik-praktik usaha yang berlaku.
  4. Mudharib harus mematuhi syarat-syarat yang diajukan pemilik dana asalkan syarat-syarat tersebut tidak bertentangan kontrak mudharabah tersebut.
Kelima, modal mudharabah tidak boleh dalam penguasaan pemilik dana, sehingga tidak dapat ditarik sewaktu-waktu. Penarikan dana mudharabah hanya dapat dilakukan sesuai dengan waktu yang disepakati (periode yang telah ditentukan). Penarikan dana yang dilakukan setiap saat akan membawa dampak berkurangnya pembagian hasil usaha oleh nasabah yang menginvestasikan dananya.
2.     Pasar Modal Syariah
Pengertian pasar modal secara umum merupakan suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal. Penjual (emiten) dalam pasar modal merupakan perusahaan yang membutuhkan modal, sehingga mereka berusaha untuk menjual efek di pasar modal. Sedangkan pembeli (investor) adalah pihak yang ingin membeli modal diperusahaan yang menurut mereka menguntungkan. Pasar modal juga dikenal dengan nama bursa efek.
Modal yang diperdagangkan dalam pasar modal merupakan modal yang bila diukur dari waktunya merupakan modal jangka panjang. Oleh karena itu bagi emiten sangat menguntungkan mengingat masa pengembaliannya relatif panjang, baik yang bersifat kepemilikan maupun yang bersifat hutang. Khusus untuk modal bersifat kepemilikan, jangka waktunya lebih panjang jika dibandingkan dengan yang bersifat hutang.
Instrumen Pasar Modal Syariah :
A.     Saham Syariah
Menurut Dewan Syariah Nasioanal (DSN), saham adalah suatu bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria syariah dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa. Bagi perusahaan yang modalnya diperoleh dari saham merupakan modal sendiri. Dalam struktur permodalan khususnya untuk perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT), pembagian modal menurut undang-undang terdiri:
  1. Modal dasar, yaitu modal pertama sekali perusahaan didirikan.
  2. Modal ditempatkan, maksudnya modal yang sudah dijual dan besarnya 25% dari modal dasar.
  3. Modal disetor, merupakan modal yang benar-benar telah disetor yaitu sebesar 50% dari modal yang telah ditempatkan.
  4. Saham dalam portepel yaitu modal yang masih dalam bentuk saham yang belum dijual atau modal dasar dikurangi modal ditempatkan.
Prinsip Dasar Saham Syariah
            Adapun prinsip-prinsip dasar pada saham Syariah adalah sebagai berikut :
  1. Bersifat musyarakah jika ditawarkan secara terbatas.
  2. Bersifat mudharabah jika ditawarkan kepada publik.
  3. Tidak boleh ada pembeda jenis saham, karena risiko harus ditanggung oleh semua pihak.
  4. Prinsip bagi hasil laba-rugi.
  5. Tidak dapat dicairkan kecuali dilikuidasi.
Jenis-jenis Saham
            Jenis-jenis saham diantaranya adalah :
a.      Saham Preferen
  1. Mempunyai sifat gabungan antara saham biasa dan obligasi.
  2. Hak preferen terhadap dividen: hak untuk menerima dividen terlebih dahulu dibandingkan dengan pemegang saham biasa. Dividen biasanya dinyatakan dalam persen (%).
  3. Hak dividen komulatif: hak untuk menerima dividen tahun-tahun sebelumnya yang belum dibayarkan.
  4. Hak preferen likuiditas: mendapatkan terlebih dahulu aktiva perusahaan dibandingkan dengan pemegang saham biasa bila terjadi likuidasi.
  5. Dari penjelasan mengenai prinsip dasar saham syariah, maka saham preferen tidak berlaku pada saham syariah.
b.     Saham Biasa
  1. Hak kontrol: memilih pimpinan perusahaan.
  2. Hak menerima pembagian keuntungan.
  3. Hak preemtive: hak untuk mendapatkan prosentasi kepemilikan yang sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham.
c.      Saham Treasury
  1. Saham perusahaan yang pernah beredar dan dibeli kembali oleh perusahaan untuk disimpan dan dapat dijual kembali.
  2. Beberapa alasan kenapa ada saham treasury: a. Dapat diberikan sebagai bonus kepada karyawan, b. Meningkatkan perdagangan, sehingga nilai pasar meningkat, c. Mengurangi jumlah saham beredar untuk menaikkan laba per lembar saham, d. Untuk mencegah perusahaan dikuasai oleh perusahaan lain.
Pedoman Syariah untuk saham
  1. Uang tidak boleh menghasilkan uang. Uang hanya boleh berkembang bila diinvestasikan dalam aktivitas ekonomi.
  2. Hasil dari kegiatan ekonomi diukur dengan tingkat keuntungan investasi. Keuntungan ini dapat diestimasikan tetapi tidak ditetapkan di depan.
  3. Uang tidak boleh dijual untuk mempeoleh uang.
  4. Saham dalam perusahaan, kegiatan mudharabah atau partnership/musyarakah dapat diperjualbelikan dalam rangka kegiatan investasi dan bukan untuk spekulasi dan untuk tujuan perdagangan kertas berharga.
  5. Instrumen finansial islami, seperti saham, dalam suatu venture atau perusahaan, dapat diperjualbelikan karena ia mewakili bagian kepemilikan atas aset dari suatu bisnis.
  6. Beberapa batasan dalam perdagangan sekuritas seperti itu antara lain: a. Nilai per share dalam suatu bisnis harus didasarkan pada hasil appraisal atas bisnis yang bersangkutan, b. Transaksi tunai, harus segera diselesiakan sesuai dengan kontrak.
B.      Obligasi Syariah
Perihal obligasi syariah sendiri, sebenarnya telah ada fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Yaitu, fatwa No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah dan fatwa No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah. Keduanya, dikeluarkan pada waktu bersamaan, 14 September lalu.
Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan pada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Sementara pendapatan investasi yang dibagikan emiten kepada pemegang obligasi syariah harus bersih dari unsur nonhalal. Mengenai bagi hasil (nisbah) antara emiten dan pemegang obligasi syariah, diatur bahwa nisbah keuntungan dalam obligasi syariah mudharabah ditentukan sesuai kesepakatan dengan ketentuan pada saat jatuh tempo, akan diperhitungkan secara keseluruhan.
Kewajiban dalam syariah hanya timbul akibat adanya transaksi atas aset/produk (mal) atau jasa (amal) yang tidak tunai, sehingga terjadi transaksi pembiayaan. Kewajiban ini umumnya berkaitan dengan transaksi perniagaan dimana kondisi tidak tunai tersebut dapat terjadi karena penundaan pembayaran atau penundaan penyerahan obyek transaksi (mal atau amal). Dalam Islam pembiayaan dapat terjadi karena ada suatu pihak yang memberikan dana untuk memungkinkan suatu transaksi. Pihak penjual dapat memberikan pembiayaan dengan memberikan fasilitas penundaan pembayaran, sedangkan pihak pembeli dapat memberikan pembiayaan dengan memberikan fasilitas penundaan penyerahan obyek transaksi.
Jenis-jenis Obligasi
  1. Obligasi Mudharabah adalah kerja sama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan, obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggunaan term indicative/expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan.
  2. Obligasi Ijarah. Dengan akad Ijarah sebagai bentuk jual beli dengan skema cost plus basis, obligasi jenis ini akan memberikan fixed return.
Pedoman Syariah
Tetapi, sebagai catatan, tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan berikut yang harus dipenuhi:
  • Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam di antaranya adalah:
  1. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
  2. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
  3. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram.
  4. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
  • Peringkat Investment Grade:
  1. Memiliki fundamental usaha yang kuat.
  2. Memiliki fundamental keuangan yang kuat.
  3. Memiliki citra yang baik bagi publik
3.     Reksadana Syariah
Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Sedangkan reksadana syariah adalah reksadana yang beroperesi menurut ketentuan dalam prinsip syariah, baik dalam bentuk akad, pengelolaan dana dan penggunaan dana. Akad antara investor dengan lembaga biasanya dilakukan dengan sistem mudharabah.
Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalain pengusaha, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Dalam hal transaksi jual beli, saham-saham dalam reksadana syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam reksadana syariah merupakan yang harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam syariah.[10]

Risiko dalam Investasi Syariah
Dalam investasi Syariah kita mengenal berbagai macam risiko, diantaranya :
1.     Resiko Kehilangan Modal
Investasi adalah menggunakan harta secara produktif melalui berbagai sarana investasi. Akan tetapi, sebagai akibat dari ketidakpastian di masa depan, investasi yang dilakukan bisa untung dan bisa rugi. Jika investasi tersebut menguntungkan, maka nilai harta yang diinvestasikan akan bertambah, dan sebaliknya apabila mengalami kerugian, maka nilai harta yang diinvestasikan akan turun. Risiko kehilangan modal adalah risiko yang mungkin terjadi pada seluruh kegiatan investasi.
            Risiko kehilangan modal bukan hanya berarti kehilangan nilai nominal saja, seperti Rp. 100 juta menjadi Rp. 50 juta, tetapi juga kehilangan nilai riil dari investasi yang disebabkan perubahan nilai uang, misalnya Rp. 100 juta dulu dapat digunakan untuk membeli beras 25 ton tetapi saat ini hanya dapat digunakan untuk membeli 20 ton beras dengan spesifikasi dan jenis yang sama.
Jadi, investasi dengan cara menabung di rumah, secara nominal memang tidak mempunyai risiko kehilangan modal tetapi secara riil sangat beresiko karena menurunnya nilai riilnya.
2.     Risiko ketidakpastian return
Risiko yang kedua adalah karena ketidakpastian keuntungan yang diperoleh dari sarana-sarana investasi yang ada. Risiko ini sebenarnya merupakan bagian dari risiko di atas, tetapi lebih terfokus pada keuntungan yang mungkin didapat dari jenis investasi yang berbeda. Investasi dalam real estate akan berbeda dengan reksadana, obligasi, saham, dan yang lainnya. Investasi dalam real estate lebih menjanjikan keuntungan karena probabilitas kenaikan harga real estate sangat besar karena pertumbuhan penduduk yang pesat akan meningkatkan permintaan real estate sehingga karena keterbatasan ketersediaan lahan, harga akan cenderung naik.
Sebaliknya, investasi dalam pasar modal melalui reksa dana, obligasi, dan saham, sangat tergantung pada kondisi perekonomian negara dan manajemen perusahaan sehingga berfluktuatif dan tidak stabil. Investasi dengan sistem riba sebagaimana yang dilakukan oleh perbankan konvensional mempunyai tingkat risiko ketidakpastian keuntungan yang sangat kecil karena bunga sudah dipatok oleh bank, tetapi terdapat kezaliman dalam pembagian keuntungan, sehingga salah satu pihak dirugikan.
Kasus likuidasi bank-bank saat krisis adalah bukti ketidak-adilan tersebut. Akhirnya banyak pihak dirugikan, bank ditutup karena rugi dan tidak dapat memberikan tabungan nasabah, karyawan diPHK, nasabah kesulitan memperoleh uangnya kembali, pemerintah harus mengeluarkan beban ekstra untuk BLBI dan menanggung utang swasta, rakyat dirugikan karena beban utang negara yang diakibatkan oleh utang swasta terpaksa ditanggung pemerintah, dan akhirnya kondisi perekonomian menjadi tidak stabil.
3.      Sulitnya menjual produk investasi
Risiko ketiga yang  ditakuti orang ketika berinvestasi adalah apakah produk investasi yang dibelinya itu mudah untuk dijual/diuangkan kembali. Beberapa orang mungkin senang berinvestasi ke dalam emas karena emas dianggap mudah dijual kembali. Contoh dari produk investasi yang tidak selalu mudah untuk dijual kembali adalah barang-barang koleksi. Barang-barang koleksi umumnya tidak mudah dijual kembali karena pasar pembeli barang-barang ini sangat spesifik. Lukisan misalnya, karena pasarnya yang spesifik, yaitu mereka yang hobi akan lukisan juga, tidak selalu mudah menjual lukisan. Tapi sekali terjual, bisa saja harganya sangat tinggi dan memberikan keuntungan yang besar bagi orang yang menjualnya.

Mengurangi Risiko Investasi
Untuk mengurangi risiko, cara termudah adalah berinvestasi di berbagai sarana investasi. Cara ini disebut dengan membuat portofolio investasi, dengan tujuan untuk mengurangi kerugian investasi yang mungkin timbul dari suatu sarana investasi dengan menutupnya menggunakan keuntungan yang diperoleh dari sarana investasi yang lain.
Misalnya berinvestasi pada reksa dana dan pada tabungan. Jika keduanya memberikan keuntungan maka investor tidak akan menderita kerugian. Tetapi bagaimana jika salah satunya mengalami kerugian, misalnya nilai reksa dana turun atau bank dilikuidasi? Dengan adanya portofolio ini maka diharapkan kerugian salah satu investasi dapat dikurangi oleh keuntungan dari investasi lain.
Dengan demikian untuk mengurangi risiko dalam investasi adalah portofolio: "jangan meletakkan telur-telur dalam satu keranjang" karena jika terjatuh, maka telur akan lebih banyak yang pecah dibandingkan jika ditaruh pada beberapa keranjang jika keranjang yang lain tidak jatuh.

Penutup
Belum tersosialisasinya ekonomi syariah dengan baik adalah salah satu kendala pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Kalaupun ekonomi syariah dikenal, masyarakat lebih banyak mengenal bank syariah. Padahal ekonomi syariah tidak hanya kegiatan bisnis perbankan berbasis syariah, tetapi sudah merambah pada sektor lain, seperti reksadana, perhotelan, asuransi (takaful/social protection), bursa efek, multilevel marketing hingga penyiaran (broadcast).
Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa sektor perbankan adalah sektor yang paling mendominasi kegiatan ekonomi syariah. Sebuah riset yang dilakukan oleh Adiwarman A. Karim menunjukkan bahwa pasar loyalis syariah sesungguhnya sangat terbatas. Potensi pasar dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar. Pertama, pasar loyalis syariah. Kedua, pasar mengambang yang tidak terlalu fanatik dengan sistem perbankan. Dan ketiga adalah pasar loyalis konvensional. Kelompok ini mempunyai ciri sangat fanatik terhadap bank bersistem konvensional. Berdasarkan riset tersebut, pasar loyalis syariah masih mewakili minoritas potensi pasar.
Disadari bahwa sosialisasi dan pemahaman masyarakat akan produk syariah memang masih terbatas. Meskipun penduduk Indonesia sebagian besar adalah masyarakat Islam, tetapi pengembangan produk syariah masih dini dan belum berkembang dengan baik. Termasuk dalam hal ini adalah produk investasi syariah selain perbankan seperti saham, reksadana, obligasi, dan asuransi, dan lain sebagainya.
Produk investasi syariah seperti reksadana dan saham memiliki prospek cerah. Setidaknya hal itu bisa dilihat dari beberapa data yang ada. Menyangkut kinerja portofolio saham syariah, berdasarkan penelitian yang dilakukan Farida Rachmawati (2002) kinerja portofolio saham syariah memiliki prospek yang tidak mengecewakan. Selama tahun 2001-2002, kinerja portofolio saham syariah tengah mengungguli kinerja saham konvensional untuk kriteria Sharpe Index dan Treynor Index. Portofolio saham konvensional hanya unggul pada pengukuran dengan Jenshen’s Alpha. Dalam hal ini portofolio saham syariah unggul pada kriteria return dan risk (level total risiko dan risiko pasar).
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan proses screening berdasarkan syariah memberikan pengaruh positif terhadap kinerja portofolio saham syariah. Dari penelitian tersebut terlihat bahwa kinerja portofolio 22 saham syariah mampu mengungguli kinerja 23 saham konvensional selama periode 2001-2002.
Selain portofolio saham syariah, alternatif investasi yang lain seperti reksadana syariah juga memiliki prospek yang cerah. Menurut penelitian Rinda Aystuti (2003), pada tahun 2001 reksadana syariah campuran (PNM Syariah dan Reksadana Syariah Berimbang) memiliki kinerja yang underperform dibandingkan dengan pasar. Namun pada tahun 2002, kinerja PNM Syariah membaik, dengan rata-rata return yang lebih tinggi dibanding return pasar (Jakarta Islamic Index). Namun bila dibandingkan kinerja indeks pasar konvensional (IHSG), kinerja PNM Syariah dan Reksadana Syariah Berimbang lebih baik.
Tentu saja, ada banyak faktor yang memengaruhi kinerja investasi syariah seperti saham dan reksadana. Faktor makroekonomi yang terus membaik akan berimbas pada prospek investasi syariah. Kondisi perekonomian yang terus membaik, terutama sektor riil juga berdampak positif terhadap prospek investasi syariah, sebab investasi syariah lebih banyak diinvestasikan pada sektor-sektor riil yang sesuai dengan konsep syariah. Faktor lain yang tidak kalah penting dalam memengaruhi kinerja portofolio investasi syariah adalah kemampuan atau profesionalisme pengelola dana.
Sementara tantangan dan ganjalan yang dihadapi dalam investasi syariah adalah konsep bagi hasil yang tidak mampu memberikan patokan tingkat penghasilan yang pasti. Pintar tidaknya pengelola dana akan menjadi ukuran sekaligus berdampak pada hasil yang bisa diperoleh investor. Disadari bahwa instrumen investasi syariah masih terbatas, sehingga kemampuan pengelola dana dalam mengatur portofolionya juga harus piawai. Diversifikasi investasi yang terbatas jelas akan menyulitkan pengelola dana. Oleh karena itu, investasi syariah mempunyai risiko yang lebih tinggi.
Hal yang sama juga dialami dalam produk perbankan syariah. Dalam produk perbankan syariah, juga didasarkan pada konsep bagi hasil sehingga patokan tingkat penghasilan juga tidak pasti. Kemampuan pengelola atau profesionalisme yang terlibat di dalamnya akan sangat menentukan kinerja perbankan syariah.
Jika kinerja bank syariah buruk, deposito nasabah juga tidak berkembang. Risiko inilah yang tidak dipikul deposan bank konvensional, sehingga kendati bank mengalami kerugian, investasi yang ditanam bisa tetap tumbuh. Ini nilai tambah produk konvensional dibanding produk investasi syariah.
Dalam asuransi syariah juga didasarkan pada bagi hasil dan kegagalan juga berdasarkan beban bersama (sharing the burden). Hal ini bisa dilihat dari aspek pengelolaannya. Dalam produk asuransi konvensional, risiko dipindahkan dari klien ke perusahaan (transfer of risk), sementara dalam asuransi syariah, risiko tersebut ditanggung bersama-sama (sharing of risk). Jadi, risiko tidak menjadi beban perusahaan, namun tanggungan bersama.
Dengan model seperti itu, dana peserta dibagi menjadi dua, dana investasi dan dana kumpulan peserta (tabarru’). Dana investasi murni menjadi hak peserta, sedangkan tabarru’ merupakan penyisihan dari premi yang memang diikhlaskan untuk menjadi dana bersama. Dana inilah yang digunakan untuk membayar klaim. Seluruh dana tersebut kemudian dikelola oleh pihak asuransi ke berbagai bentuk investasi.
Di sinilah nilai tambah asuransi syariah dibanding asuransi konvensional. Pasalnya, ada garis tegas yang memisahkan dana pemegang saham dengan dana peserta. Dana peserta ini kemudian diinvestasikan. Setelah dipotong biaya usaha, hasilnya akan dibagi berdasarkan kesepakatan awal. Cuma, umumnya porsi untuk peserta lebih besar daripada yang diperoleh pihak asuransi.
Sebagai sebuah produk syariah, investasi syariah jelas harus sesuai dengan prinsip Islam. Tujuannya untuk menciptakan dan mencapai tata ekonomi yang lebih beretika. Misalnya, Islam melarang riba. Sebab riba merupakan praktik ekonomi yang eksploitatif karena memanfaatkan kondisi mereka yang lemah atau dalam kondisi kesulitan. Riba juga timbul dari praktik utang piutang dan perdagangan. Misalnya, sale and lease back dan short selling yang cenderung spekulasi. Dalam konsep syariah, tidak boleh memperjualbelikan sesuatu yang belum tentu ada dan mungkin saja tidak terjadi. Dengan demikian praktik investasi syariah juga harus menghindari konsep riba. Hal inilah yang membedakan antara investasi syariah dan konvensional.
Selain itu, prinsip investasi syariah juga harus dilakukan tanpa paksaan (ridha), adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi dan jasa yang tidak dilarang oleh Islam, termasuk bebas manipulasi dan spekulasi.

Daftar Pustaka :
A. A. Islahi, Konsep Ekonomi Ibnu Taimiyah, penerjemah H. Anshari Thayib, Surabaya, Bina Ilmu, 1997.
Adiwarman A. Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, Edisi Ketiga, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007.
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam : Suatu Kajian Kontemporer, Gema Insani Press, Jakarta, Cetakan Ketiga, Maret 2007.
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Penerjemah : Soeroyo & Nastangin, Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995.
Agus Sartono, Manajemen Keuangan : Teori dan Aplikasi, Bpfe, Yogyakarta, Edisi Keempat, Maret, 2001.
Al-Mushlih, Abdullah dan Al-Shawi, Shalah, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Penerjemah : Abu Umar Basyir, Darul Haq, Jakarta, 2004.
Bramantyo Djohanputro, Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi, Memastikan Keamanan dan Kelanggengan Perusahaan Anda, PPM, Jakarta, Januari 2006.
Burhanuddin S, Pasar Modal Syariah : Tinjauan Hukum, UII Press, Yogyakarta, 2008.
Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, III, Hukum Keuangan Islam : Konsep, Teori dan Praktik, Nusamedia, Bandung, Cetakan 1, Juli 2007.
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi, Edisi 2, Ekonisia, Yogyakarta, 2003.
M. Umer Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi : sebuah tinjauan Islam, penerjemah : Ikhwan Abidin Basri, Jakarta, Gema Insani Press, 2001.
Mamduh M. Hanafi, Manajemen Keuangan Internasional, BPFE, Yogyakarta, 2003.
Mamduh M. Hanafi, Manajemen Risiko, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, Cetakan Pertama, Juli 2006.
Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algoud, Perbankan Syariah : Prinsip, Praktik dan Prospek, Penerjemah : Burhan Subrata, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, Cetakan 1, Oktober 2007.
Mochammad Nadjib, dkk, Investasi Syariah : Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik, Kreasi Wacana, Yogyakarta, Cetakan Pertama, Februari 2008.
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Edisi Revisi, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, Februari 2005.
Nurul Hudah dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005.
Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariah : Konsep dan Implementasi PSAK Syariah, P3EI Press, Yogyakarta, 2008.



[1]  Muhammad Budi Setiawan, “Pengantar Manajemen Investasi, Manajemen Investasi Syariah”, www. Blog.cakwawan.com, diakses tanggal 21 Desember 2008.
[2]  Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Penerjemah : Soeroyo & Nastangin, Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995, Jilid 3, h : 159-167.
[3]  Nurul Hudah dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005, h : 69-75

[4]  Mochammad Nadjib, dkk, Investasi Syariah : Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik, Kreasi Wacana, Yogyakarta, Cetakan Pertama, Februari 2008, h : 7-16


[5]  M. Faruq an Nabahan, Sistem Ekonomi Islam : pilihan setelah kegagalan sistem Kapitalis dan Sosialis, alih bahasa : Muhadi Zainuddin, UII Press, Yogyakarta, 2000, h : 92-97
[6]  A. A. Islahi, Konsep Ekonomi Ibnu Taimiyah, penerjemah H. Anshari Thayib, Surabaya, Bina Ilmu, 1997, h : 168.
[7]  M. Umer Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi : sebuah tinjauan Islam (penerjemah : Ikhwan Abidin Basri), Jakarta, Gema Insani Press, 2001, h : 27-43

[8]  Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Edisi Revisi, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, Februari 2005, h : 74.

[9]  Mochammad Nadjib, dkk, Investasi Syariah, …, h : 68.
[10]  Lebih lanjut lihat fatwa MUI tentang Reksadana Syariah di www.halalguide.info, diakses tanggal 15 Desember 2008.

6 komentar:

  1. Dalam investasi yang berperspektif syariah termasuk investasi yang berpegangan pada prinsip islam.
    pojokinvestasi.com

    BalasHapus
  2. Saya TKI DI MALAYSIA
    Maaf sebelumnya jika lewat Tempat ini saya menceritakan kisah hidup saya niat saya hanyalah semata ingin berbagi tapi semua tergantung Anda percaya atau tidak yg jelasnya inilah kenyataannya...
    Syukur alhamdulillah kini saya bisa menghirup udara segar di indonesia karnah sudah sekian lama saya ingin pulang ke kampung halaman namun tak bisa sebab,saya harus bekerja di negri orang (Arab Saudi) karna ada hutang yang harus saya bayar di majikan yaitu 257 juta untuk uang indo namun saya tidak pusing lagi sebab kemaring saya di berikan Info oleh seseorang yang tidak saya kenal,katanya kalau mengalami kesulitan Ekonomi,Terlilit hutang silahkan minta bantuan sama
    KI BARONG di Nomor telfon 0852 8895 8775 di jamin bantuan beliau 100% …
    ATAU >>KLIK DISINI<<
    BANTUAN DARI KI BARONG
    1.PESUGIHAN
    2.TOGEL
    3. DANAH GHAIB
    4.PENGGANDAAN UANG
    5.UANG BALIK
    6.PEMIKAT
    7.PENGLARIS BISNIS (Jualan,Tokoh,warung)
    8.PERLANJAR DALAM BERBAGAI HAL
    Jadi saya beranikan diri menghubungi beliau dan menyampaikan semua masalah saya dan alhamdulillah saya bisa di bantu,kini semua hutang saya sama majikan di Saudi semua bisa terlunasi dan punya modal untuk pulang kampung,,,,
    Jadi buat yang pengen seperti saya silahkan hubungi KI BARONG di nomor 0852 8895 8775 Anda tidak usah ragu akan adanya penipuan atau hal semacamnya sebab saya dan yg lainnya sudah membuktikan keampuhan bantuan beliau kini giliran Anda trimahkasi….

    BalasHapus
    Balasan
    1. Musrik itu, dosa besar, bisa juga modus penipuan. Azab Allah D akhirat Jauh lebih pedih dibanding derita di Dunia

      Hapus
    2. Musrik itu, dosa besar, bisa juga modus penipuan. Azab Allah D akhirat Jauh lebih pedih dibanding derita di Dunia

      Hapus
  3. Bismillah'hirahman'nirrahim
    Sahabat,
    Barangkali rejeki bersama nih , yuk di cek link dibawah ...copy paste tulisannya share ke bos-bos...fee out transparan..... Terimakasih.

    salam
    #propertiaku

    https://www.propertyakuindonesia.blogspot.com

    PROPERTY INDONESIA - INDONESIA PROPERTY

    NOTE:
    - Keseriusan buyer mohon buyer siapkan bukti dana -

    BalasHapus

  4. Nice info. Oiya ngomongin investasi, ternyata ada beberapa jenis loh yang bisa dibilang paling populer di negeri kita ini. Mau tau apa aja jenis investasi yang dimaksud? Yuks cek di artikel keren yang saya temuin ini: Investasi online paling populer di Indonesia

    BalasHapus