Investasi dalam Perspektif
Syariah :
Mengenal Risiko dan Manajemen Risiko dalam Investasi Syariah
Setiawan bin Lahuri
(binlahuri@gmail.com)
Pendahuluan
Semakin pesatnya perkembangan bisnis syariah di
Indonesia, maka peluang yang dihadapi oleh para pelaku bisnis syariah dalam
mengembangkan sumber daya masyarakat adalah sosialisasi mengenai mekanisme,
transaksi dan operasionalisasi pada dunia bisnis tersebut. Sehingga
bisnis syariah yang telah ada dapat berkembang dengan maksimal. Hal inilah yang
menjadi tantangan pada bisnis syariah di Indonesia, dimana
mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim.
Oleh
karena itu partisipasi dari masyarakat sangat diperlukan.
Sementara tantangan dan
ganjalan yang dihadapi dalam investasi syariah adalah konsep bagi hasil yang
tidak mampu memberikan patokan tingkat penghasilan yang pasti. Pintar tidaknya
sang pengelola dana akan menjadi ukuran sekaligus berdampak pada hasil yang
bisa diperoleh investor. Disadari bahwa instrumen investasi syariah masih
terbatas, sehingga kemampuan pengelola dana dalam mengatur portofolionya juga
harus piawai. Diversifikasi investasi yang terbatas jelas akan menyulitkan
pengelola dana. Oleh karena itu, investasi syariah mempunyai risiko yang lebih
tinggi.[1]
Secara umum dapat dikatakan bahwa syariah menghendaki
kegiatan ekonomi yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara perolehannya,
maupun cara penggunaannya. Selain itu, prinsip investasi syariah juga harus
dilakukan tanpa paksaan, adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi
dan jasa yang tidak dilarang oleh Islam, termasuk bebas manipulasi dan
spekulasi.[2]
Dari sini dapat diasumsikan
bahwa bentuk investasi syariah dalam membangun
ekonomi nasional harus diperhitungkan, karena
tingkat perkembangannya
yang relatif cepat. Demi terpenuhinya peluang dan tantangan tersebut, maka
harus dirumuskan dan disosialisasikan mengenai manajemen investasi syariah,
sehingga partisipasi masyarakat dalam bisnis ini juga akan meningkat.
Membahas manajemen
investasi, maka ruang lingkupnya akan terlalu luas, sehingga pembahasan ini akan dibatasi pada tinjauan teoritis manajemen
investasi syariah di Indonesia. Baik deposito syariah, pasar modal syariah
serta reksadana syariah. Dimana masih ada hubungan signifikan dengan praktik
investasi yang terjadi di lapangan.
Teori Manajemen Investasi
Secara umum investasi
berarti penundaan konsumsi saat ini untuk konsumsi di masa yang akan datang.
Dengan pengertian bahwa investasi adalah menempatkan modal atau dana pada suatu
asset yang diharapkan akan memberikan hasil atau akan meningkatkan nilainya di
masa yang akan datang. Dari sini, investasi berarti diawali dengan mengorbankan
potensi konsumsi saat ini untuk mendapatkan peluang yang lebih baik atau besar
di masa yang akan datang.
Berikut
karakteristik investasi:[3]
- Modal sebagai penentu keputusan
- Waktu yang tepat untuk mengambil keputusan
Karena
investasi adalah hubungan keputusan pada pilihan keuangan atas modal/dana
dengan waktu.
Macam-macam
Investasi
Investasi secara umum dapat dibagi menjadi dua macam :
A.
Real Investment
Real investment adalah
investasi yang berhubungan dengan bisnis di sektor riil. Dimana aspek ini lebih
didominasi oleh industri perbankan.
B.
Financial Investment
Sementara Financial
Investment adalah investasi yang dilakukan pada aspek keuangan, seperti
obligasi, saham, reksadana, dan pasar modal.
Konsep
Dasar Investasi
Sementara itu konsep dasar investasi
adalah hal-hal berikut ini :[4]
A.
Pengaruh Waktu dan Pilihan
Hasil investasi merupakan
akibat dari pilihan investasi atau jenis atas modal yang diinvestasikan dan
jangka waktu investasinya.
B.
Prinsip Compounding
Compounding adalah
menempatkan kembali hasil investasi ke dalam
pokok untuk mendapatkan hasil ganda.
C.
Risk – Return Trade Off
Keuntungan dari cash
flows dan atau hasil penjualan harta atau aset investasi adalah merupakan
hasil investasi. Dimana risikonya terletak pada deviasi antara hasil yang
diharapkan dengan kenyataan yang terjadi. Hal inilah yang kemudian menjadikan
konsep dasar investasi. Yaitu semakin tinggi keuntungan berarti semakin tinggi
risiko yang mungkin akan dihadapi. Yang menjadikan investasi harus menentukan
langkah memaksimalkan keuntungan dengan menekan risiko serendah-rendahnya.
D.
Pilihan yang Rasional
Dalam menentukan pilihan
rasional seorang investor harus mencari hasil terbaik dengan risiko terendah.
E.
Diversifikasi
Pemikiran ini didasarkan
pada prinsip peluang bisnis, yang menjelaskan bahwa setiap usaha mempunyai peluang
bisnis yang berbeda-beda.
F.
Waktu Investasi
Penentuan waktu investasi
adalah elemen yang paling kritis terhadap keberhasilan investasi. Praktik
penentuan waktu ada beberapa teori:
- Waktu memulai investasi
- Masa investasi
- Waktu mengalihkan investasi
Strategi mengatasi
permasalahan waktu adalah dengan melakukan investasi secara berkala dengan
nilai tertentu.
Investasi dalam Perspektif Islam
Investasi merupakan bentuk
aktif dari ekonomi syariah. Sebab setiap harta ada zakatnya, jika harta
tersebut didiamkan maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu
hikmah dari zakat ini adalah mendorong untuk setiap muslim menginvestasikan
hartanya. Harta yang diinvestasikan tidak akan termakan oleh zakat, kecuali
keuntungannya saja.[5]
Dalam investasi kita mengenal
harga. Harga adalah nilai jual atau beli dari sesuatu yang diperdagangkan.
Selisih harga beli terhadap harga jual disebut profit margin. Harga terbentuk
setelah terjadinya mekanisme pasar.
Suatu pernyataan penting yang disampaikan oleh seorang ulama besar al-Ghozali adalah
keuntungan merupakan kompensasi dari kepayahan perjalanan, risiko bisnis dan
ancaman keselamatan diri pengusaha. Sehingga sangat wajar seseorang memperoleh
keuntungan yang merupakan kompensasi dari risiko yang ditanggungnya.
Ibnu Taimiah berpendapat
bahwa penawaran bisa datang dari produk domestik dan impor. Perubahan dalam
penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang
yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan harapan dan pendapatan.
Besar kecilnya kenaikan harga tergantung besarnya perubahan penawaran dan atau
permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai dengan aturan, kenaikan harga
yang terjadi merupakan kehendak Allah SWT. [6]
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam dalam
Investasi
Prinsip-prinsip Islam dalam
muamalah yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syariah (pihak terkait)
adalah:[7]
- Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi
zatnya maupun cara mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk
hal-hal yang haram.
- Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
- Keadilan pendistribusian kemakmuran.
- Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
- Tidak ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi), dan
gharar (ketidakjelasan/samar-samar).
Berdasarkan keterangan di
atas, maka kegiatan di pasar modal mengacu pada hukum syariat yang berlaku.
Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syariah tidak boleh disalurkan
kepada jenis industri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan.
Pembelian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi
dan lainnya yang bertentangan dengan syariah berarti diharamkan.
Semua transaksi yang
terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur
pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Tidak ada unsur
riba, tidak bersifat spekulatif atau judi. Dan
semua transaksi harus transparan, dengan demikian diharamkan
adanya insider trading.
Analisis Fiqh pada Investasi Syariah
Istilah mudharabah
merupakan istilah yang paling banyak digunakan oleh bank-bank syariah. Prinsip
ini juga dikenal sebagai qiradh atau muqaradah.
Mudharabah adalah
perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib)
bertanggungjawab atas pengelolaan usaha.
Dalam sejarahnya, orang-orang Madinah meyebut kontrak
jenis ini dengan sebutan muqaradah, dimana perkataan ini diambil dari
perkataan qard yang berarti menyerahkan. Dalam hal ini pemilik modal
akan menyerahkan modalnya kepada pengusaha. Keuntungan hasil usaha dibagikan
sesuai dengan nisbah bagi hasil untung/rugi yang telah disepakati
bersama sejak awal. Kalau rugi, maka pemilik modal akan kehilangan sebagian
imbalan dari hasil kerja keras dan manajerial skil selama proyek berlangsung.
Mudharabah
adalah suatu kerjasama kemitraan yang terdapat pada zaman jahiliah yang diakui
oleh Islam. Di antara orang yang melakukan kegiatan mudharabah ialah Nabi
Muhammad SAW sebelum beliau menjadi Rasul. Beliau bermudharabah dengan calon
istrinya Khadijah dalam melakukan perniagaan antara negeri
Makkah dengan negeri
Syam.
- Shahibul maal (pemilik dana/nasabah).
- Mudharib (pengelola dana/pengusaha/bank), amal
(usaha/pekerjaan).
- Ijab dan Qabul.
Dilihat dari kuasa yang
diberikan kepada pengusaha, mudharabah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu
sebagai berikut:
- Mudharabah Muthlaqah (investasi tidak
terikat) yaitu pihak pengusaha diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek
tanpa larangan/gangguan apapun urusan dalam proyek tersebut, dan tidak
terikat dengan waktu, tempat, jenis, perusahaan, pelanggan. Investasi
tidak terikat ini pada usaha perbankan syariah diaplikasikan pada tabungan
dan deposito.
- Mudharabah Muqayyadah (investasi terikat)
yaitu pemilik dana (shahibul maal) membatasi/memberi syarat kepada
mudharib dalam pengelolaan dana seperti, hanya untuk melakukan mudharabah
bidang tertentu, cara, waktu, dan tempat tertentu saja. Bank dilarang
mencampurkan rekening investasi terikat dengan dana bank atau dana
rekening lainnya pada saat investasi.
Pada transaksi ini bank
dilarang untuk menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan tanpa
penjamin atau jaminan. Bank diharuskan melakukan investasi sendiri tidak
melalui pihak ketiga. Jadi, dalam investasi terikat ini pada prinsipnya
kedudukan bank sebagai agen saja, dan atas kegiatannya tersebut bank menerima
imbalan berupa fee.
Pada pola investasi terikat
dapat dilakukan dengan cara channelling dan executing, yakni:
- Channelling, apabila semua risiko ditanggung
oleh pemilik dana dan bank sebagai agen tidak menanggung risiko apapun.
- Executing, apabila bank sebagai agen juga
menanggung risiko dan hal ini banyak yang menganggap bahwa investasi
terikat executing ini sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip mudharabah,
namun dalam akuntansi perbankan syariah diakomodir karena dalam praktiknya
pola ini dijalankan oleh bank syariah.
Bentuk dan Praktik
Investasi Syariah
Aktivitas perdagangan dan
usaha yang sesuai dengan syariah adalah kegiatan usaha yang tidak berkaitan
dengan produk atau jasa yang haram seperti makanan haram, perjudian atau
kemaksiatan. Selain itu juga menghindari cara perdagangan dan usaha yang
dilarang, termasuk yang tergolong praktik riba, gharar dan maysir.
Kenyataannya tidak semua
aktivitas perdagangan dan usaha memenuhi ketentuan syariah. Untuk itu fatwa
ulama diperlukan guna memastikan pemenuhan kualifikasi tersebut. Fatwa mengenai
halal-haram transaksi keuangan syariah di Indonesia ditetapkan Majelis Ulama
Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) dengan bantuan tenaga praktisi.
Sedangkan penerapannya dilaksanakan dengan bantuan
Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Salah satu tonggak penting
dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia adalah beroperasinya Bank
Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992. Perbankan syariah semakin marak
setelah diterbitkan UU No. 10/1998
yang memungkinkan perbankan menjalankan dual banking system atau bank
konvensional dapat mendirikan divisi syariah. Dengan adanya undang-undang
tersebut bank-bank konvensional mulai melirik dan membuka unit usaha syariah.
Faktor utama yang mendukung
perkembangan ekonomi syariah di Indonesia di masa mendatang adalah jumlah
penduduk Indonesia yang mayoritas muslim. Selain itu adanya peningkatan
kesadaran umat Islam dalam berinvestasi sesuai syariah. Mengingat begitu
pentingnya investasi sebagai salah satu perilaku ekonomi, maka menjadi penting
pula pemahaman mengenai teori dan praktik investasi tersebut.
Bentuk-bentuk Investasi Syariah
1. Deposito
Syariah
Dalam operasionalnya
di dunia perbankan, transaksi ini mempunyai karakteristik tersendiri, yaitu:[9]
Pertama, kedua belah
pihak yang mengadakan kontrak antara pemilik dana dan mudharib akan
menentukan kapasitas baik sebagai nasabah maupun pemilik. Di
dalam akad tercantum pernyataan yang harus dilakukan kedua belah pihak yang mengadakan
kontrak dengan ketentuan sebagai berikut:
- Di dalam perjanjian tersebut harus dinyatakan secara
tersurat maupun tersirat mengenai tujuan kontrak.
- Penawaran dan penerimaan harus disepakati kedua belah
pihak di dalam kontrak tersebut.
- Maksud penawaran dan penerimaan merupakan suatu
kesatuan informasi yang sama penjelasannya, selanjutnya perjanjian bisa saja berlangsung
melalui proposal tertulis dan langsung ditandatangani.
Kedua, modal
adalah sejumlah uang pemilik dana diberikan kepada mudharib untuk
diinvestasikan atau dikelola
dalam kegiatan usaha mudharabah.
Adapun
syarat
yang tercakup dalam modal adalah sebagai berikut:
- Jumlah modal harus diketahui secara pasti termasuk
jenis mata uangnya.
- Modal harus dalam bentuk tunai, seandainya berbentuk
aset menurut mayoritas ulama Fiqh diperbolehkan, asalkan
berbentuk barang niaga dan mempunyai nilai atau historinya pada saat
mengadakan kontrak. Bila aset tersebut berbentuk non-kas yang siap
dimanfaatkan, seperti pesawat dan kapal, menurut Madzab Hanbali
diperbolehkan sebagai modal mudharabah asalkan mudharib tetap
menginvestasikan semua modal tersebut dan berbagi hasil dengan pemilik
dana dalam pendapatan dari investasi dan pada akhir jangka waktu.
- Modal harus tersedia dalam bentuk tunai tidak dalam
bentuk piutang.
- Modal mudharabah langsung dibayar kepada mudharib.
Beberapa ulama
berbeda pendapat mengenai cara realisasi pencarian dana, yaitu dibayar
langsung dengan cara lain dilaksanakan dengan memungkinkan mudharib untuk
memperoleh manfaat dari modal tersebut bagaimanapun cara akuisisinya.
Sesuai dengan pendapat kedua, pengadaan kontrak dapat dilaksanakan untuk
keseluruhan modal dan pembayarannya kepada mudharib dapat dibuat dalam
beberapa angsuran.
Ketiga, keuntungan
adalah jumlah yang melebihi jumlah modal dan merupakan tujuan mudharabah dengan
syarat-syarat sebagai berikut:
- Keuntungan ini haruslah berlaku bagi kedua belah pihak
dan tidak ada satu pihakpun yang akan memilikinya.
- Haruslah menjadi perhatian dari kedua belah pihak dan
tidak terdapat pihak ketiga yang akan turut memperoleh bagi hasil darinya.
Porsi bagi hasil keuntungan untuk masing-masing pihak harus disepakati
bersama pada saat perjanjian ditandatangani. Bagi hasil mudharib harus
secara jelas dinyatakan pada saat pengadaan kontrak dilakukan.
- Pemilik dana akan menanggung semua kerugian sebaliknya
mudharib tidak menanggung kerugian sedikitpun. Akan tetapi, mudharib harus
menanggung kerugian bila kerugian itu timbul dari pelanggaran perjanjian
atau penghilangan dana tersebut.
Keempat, jenis
usaha/pekerjaan diharapkan mewakili/menggambarkan adanya kontribusi mudaharib
dalam usahanya untuk mengembalikan/membayar modal kepada penyedia dana. Jenis
pekerjaan dalam hal ini berhubungan dengan masalah manajemen dari pembiayaan
mudharabah itu sendiri. Di bawah ini merupakan syarat-syarat yang harus
diterapkan dalam usaha/pekerjaan mudharabah adalah sebagai berikut:
- Bentuk pekerjaan/usaha merupakan hak khusus mudharib tidak
ada intervensi manajemen dari pemilik dana.
- Penyedia dana tidak harus boleh membatasi kegiatan
mudharib sperti melarang mudharib agar tidak sukses dalam pencarian
laba/keuntungan.
- Mudharib tidak boleh melanggar hukum Islam dalam usahanya dan juga harus
mematuhi praktik-praktik usaha yang berlaku.
- Mudharib harus mematuhi syarat-syarat yang diajukan
pemilik dana asalkan syarat-syarat tersebut tidak bertentangan kontrak
mudharabah tersebut.
Kelima, modal
mudharabah tidak boleh dalam penguasaan pemilik dana, sehingga tidak dapat
ditarik sewaktu-waktu. Penarikan dana mudharabah hanya dapat dilakukan sesuai
dengan waktu yang disepakati (periode yang telah ditentukan). Penarikan dana
yang dilakukan setiap saat akan membawa dampak berkurangnya pembagian hasil
usaha oleh nasabah yang menginvestasikan dananya.
2. Pasar
Modal Syariah
Pengertian pasar modal
secara umum merupakan suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk
melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal. Penjual (emiten) dalam pasar
modal merupakan perusahaan yang membutuhkan modal, sehingga mereka berusaha untuk
menjual efek di pasar modal. Sedangkan pembeli (investor) adalah pihak yang
ingin membeli modal diperusahaan yang menurut mereka menguntungkan. Pasar modal
juga dikenal
dengan nama bursa efek.
Modal yang diperdagangkan
dalam pasar modal merupakan modal yang bila diukur dari waktunya merupakan
modal jangka panjang. Oleh karena itu bagi emiten sangat menguntungkan
mengingat masa pengembaliannya relatif panjang, baik yang bersifat kepemilikan
maupun yang bersifat hutang. Khusus untuk modal bersifat kepemilikan, jangka
waktunya lebih panjang jika dibandingkan dengan yang bersifat hutang.
Instrumen Pasar Modal Syariah :
A. Saham
Syariah
Menurut Dewan Syariah Nasioanal (DSN), saham adalah suatu
bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria syariah dan
tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa. Bagi
perusahaan yang modalnya diperoleh dari saham merupakan modal sendiri. Dalam
struktur permodalan khususnya untuk perusahaan yang berbentuk perseroan
terbatas (PT), pembagian modal menurut undang-undang terdiri:
- Modal dasar, yaitu modal pertama sekali perusahaan
didirikan.
- Modal ditempatkan, maksudnya modal yang sudah dijual
dan besarnya 25% dari modal dasar.
- Modal disetor, merupakan modal yang benar-benar telah
disetor yaitu sebesar 50% dari modal yang telah ditempatkan.
- Saham dalam portepel yaitu modal yang masih dalam
bentuk saham yang belum dijual atau modal dasar dikurangi modal
ditempatkan.
Prinsip Dasar Saham Syariah
Adapun prinsip-prinsip dasar pada saham Syariah adalah
sebagai berikut :
- Bersifat musyarakah jika ditawarkan secara terbatas.
- Bersifat mudharabah jika ditawarkan kepada publik.
- Tidak boleh ada pembeda jenis saham, karena risiko
harus ditanggung oleh semua pihak.
- Prinsip bagi hasil laba-rugi.
- Tidak dapat dicairkan kecuali dilikuidasi.
Jenis-jenis Saham
Jenis-jenis saham diantaranya adalah :
a. Saham
Preferen
- Mempunyai sifat gabungan antara saham biasa dan
obligasi.
- Hak preferen terhadap dividen: hak untuk menerima
dividen terlebih dahulu dibandingkan dengan pemegang saham biasa. Dividen
biasanya dinyatakan dalam persen (%).
- Hak dividen komulatif: hak untuk menerima dividen
tahun-tahun sebelumnya yang belum dibayarkan.
- Hak preferen likuiditas: mendapatkan terlebih dahulu
aktiva perusahaan dibandingkan dengan pemegang saham biasa bila terjadi
likuidasi.
- Dari penjelasan mengenai prinsip dasar saham syariah,
maka saham preferen tidak berlaku pada saham syariah.
b. Saham
Biasa
- Hak kontrol: memilih pimpinan perusahaan.
- Hak menerima pembagian keuntungan.
- Hak preemtive: hak untuk mendapatkan prosentasi
kepemilikan yang sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham.
c. Saham
Treasury
- Saham perusahaan yang pernah beredar dan dibeli kembali
oleh perusahaan untuk disimpan dan dapat dijual kembali.
- Beberapa alasan kenapa ada saham treasury: a. Dapat
diberikan sebagai bonus kepada karyawan, b. Meningkatkan perdagangan,
sehingga nilai pasar meningkat, c. Mengurangi jumlah saham beredar untuk
menaikkan laba per lembar saham, d. Untuk mencegah perusahaan dikuasai
oleh perusahaan lain.
Pedoman Syariah untuk saham
- Uang tidak boleh menghasilkan uang. Uang hanya boleh
berkembang bila diinvestasikan dalam aktivitas ekonomi.
- Hasil dari kegiatan ekonomi diukur dengan tingkat
keuntungan investasi. Keuntungan ini dapat diestimasikan tetapi tidak
ditetapkan di depan.
- Uang tidak boleh dijual untuk mempeoleh uang.
- Saham dalam perusahaan, kegiatan mudharabah atau
partnership/musyarakah dapat diperjualbelikan dalam rangka kegiatan
investasi dan bukan untuk spekulasi dan untuk tujuan perdagangan kertas
berharga.
- Instrumen finansial islami, seperti saham, dalam suatu
venture atau perusahaan, dapat diperjualbelikan karena ia mewakili bagian
kepemilikan atas aset dari suatu bisnis.
- Beberapa batasan dalam perdagangan sekuritas seperti
itu antara lain: a. Nilai per share dalam suatu bisnis harus didasarkan
pada hasil appraisal atas bisnis yang bersangkutan, b. Transaksi tunai,
harus segera diselesiakan sesuai dengan kontrak.
B. Obligasi
Syariah
Perihal obligasi syariah
sendiri, sebenarnya telah ada fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Yaitu, fatwa No.32/DSN-MUI/IX/2002
tentang Obligasi Syariah dan fatwa No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi
Syariah Mudharabah. Keduanya, dikeluarkan pada waktu bersamaan, 14 September
lalu.
Dalam fatwa tersebut
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat
berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten
kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar
pendapatan pada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil,
serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Sementara pendapatan investasi
yang dibagikan emiten kepada pemegang obligasi syariah harus bersih dari unsur
nonhalal. Mengenai bagi hasil (nisbah) antara emiten dan pemegang obligasi
syariah, diatur bahwa nisbah keuntungan dalam obligasi syariah mudharabah
ditentukan sesuai kesepakatan dengan ketentuan pada saat jatuh tempo, akan
diperhitungkan secara keseluruhan.
Kewajiban dalam syariah
hanya timbul akibat adanya transaksi atas aset/produk (mal) atau jasa (amal)
yang tidak tunai, sehingga terjadi transaksi pembiayaan. Kewajiban ini umumnya
berkaitan dengan transaksi perniagaan dimana kondisi tidak tunai tersebut dapat
terjadi karena penundaan pembayaran atau penundaan penyerahan obyek transaksi
(mal atau amal). Dalam Islam pembiayaan dapat terjadi karena ada suatu pihak
yang memberikan dana untuk memungkinkan suatu transaksi. Pihak penjual dapat
memberikan pembiayaan dengan memberikan fasilitas penundaan pembayaran,
sedangkan pihak pembeli dapat memberikan pembiayaan dengan memberikan fasilitas
penundaan penyerahan obyek transaksi.
Jenis-jenis Obligasi
- Obligasi Mudharabah adalah kerja sama dengan skema bagi
hasil pendapatan atau keuntungan, obligasi jenis ini akan memberikan
return dengan penggunaan term indicative/expected return karena sifatnya
yang floating dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan.
- Obligasi Ijarah. Dengan akad Ijarah sebagai bentuk jual
beli dengan skema cost plus basis, obligasi jenis ini akan memberikan
fixed return.
Pedoman Syariah
Tetapi, sebagai catatan,
tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk menerbitkan
obligasi syariah, beberapa persyaratan berikut yang harus dipenuhi:
- Aktivitas utama (core business) yang halal,
tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa
tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan
syariah Islam di antaranya adalah:
- Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau
perdagangan yang dilarang.
- Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk
perbankan dan asuransi konvensional.
- Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta
memperdagangkan makanan dan minuman haram.
- Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau
menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat
mudarat.
- Peringkat Investment Grade:
- Memiliki fundamental usaha yang kuat.
- Memiliki fundamental keuangan yang kuat.
- Memiliki citra yang baik bagi publik
3. Reksadana
Syariah
Reksadana adalah wadah yang
dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya
diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Sedangkan
reksadana syariah adalah reksadana yang beroperesi menurut ketentuan dalam
prinsip syariah, baik dalam bentuk akad, pengelolaan dana dan penggunaan dana. Akad
antara investor dengan lembaga biasanya
dilakukan dengan sistem mudharabah.
Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha
antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila
rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat
kelalaian di pengelola. Seandainya
kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalain pengusaha, maka
pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Dalam hal transaksi jual
beli, saham-saham dalam reksadana syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham
dalam reksadana syariah merupakan yang harta (mal) yang dibolehkan untuk
diperjual belikan dalam syariah.[10]
Risiko dalam Investasi Syariah
Dalam investasi Syariah kita mengenal berbagai macam risiko, diantaranya :
1. Resiko
Kehilangan Modal
Investasi
adalah menggunakan harta secara produktif melalui berbagai sarana investasi.
Akan tetapi, sebagai akibat dari ketidakpastian di masa depan, investasi yang
dilakukan bisa untung dan bisa rugi. Jika investasi tersebut menguntungkan,
maka nilai harta yang diinvestasikan akan bertambah, dan sebaliknya apabila
mengalami kerugian, maka nilai harta yang diinvestasikan akan turun. Risiko
kehilangan modal adalah risiko yang mungkin terjadi pada seluruh kegiatan investasi.
Risiko kehilangan modal bukan hanya
berarti kehilangan nilai nominal saja, seperti Rp. 100 juta menjadi Rp. 50
juta, tetapi juga kehilangan nilai riil dari investasi yang disebabkan
perubahan nilai uang, misalnya Rp. 100 juta dulu dapat digunakan untuk membeli
beras 25 ton tetapi saat ini hanya dapat digunakan untuk membeli 20 ton beras
dengan spesifikasi dan jenis yang sama.
Jadi,
investasi dengan cara menabung di rumah, secara nominal memang tidak mempunyai
risiko
kehilangan modal tetapi secara riil sangat beresiko karena menurunnya nilai
riilnya.
2. Risiko
ketidakpastian
return
Risiko
yang kedua adalah karena ketidakpastian keuntungan yang diperoleh dari sarana-sarana
investasi yang ada. Risiko
ini sebenarnya merupakan bagian dari risiko
di atas, tetapi lebih terfokus pada keuntungan yang mungkin didapat dari jenis
investasi yang berbeda. Investasi dalam real estate
akan berbeda dengan reksadana, obligasi, saham, dan yang lainnya. Investasi
dalam real estate lebih menjanjikan keuntungan karena probabilitas kenaikan
harga real estate sangat besar karena pertumbuhan penduduk yang pesat akan
meningkatkan permintaan real estate sehingga karena keterbatasan ketersediaan
lahan, harga akan cenderung naik.
Sebaliknya,
investasi dalam pasar modal melalui reksa dana, obligasi, dan saham, sangat
tergantung pada kondisi perekonomian negara dan manajemen perusahaan sehingga
berfluktuatif dan tidak stabil. Investasi dengan sistem riba sebagaimana yang
dilakukan oleh perbankan konvensional mempunyai tingkat risiko
ketidakpastian keuntungan yang sangat kecil karena bunga sudah dipatok oleh
bank, tetapi terdapat kezaliman dalam pembagian keuntungan, sehingga salah satu
pihak dirugikan.
Kasus
likuidasi bank-bank saat krisis adalah bukti
ketidak-adilan tersebut.
Akhirnya banyak pihak dirugikan, bank
ditutup karena rugi dan tidak dapat memberikan tabungan nasabah, karyawan diPHK,
nasabah kesulitan memperoleh uangnya kembali, pemerintah harus mengeluarkan
beban ekstra untuk BLBI dan menanggung utang swasta, rakyat dirugikan karena
beban utang
negara yang diakibatkan oleh utang swasta terpaksa
ditanggung pemerintah, dan akhirnya kondisi perekonomian menjadi tidak stabil.
3. Sulitnya
menjual produk investasi
Risiko ketiga yang ditakuti orang ketika berinvestasi adalah
apakah produk investasi yang dibelinya itu mudah untuk dijual/diuangkan
kembali. Beberapa orang mungkin senang berinvestasi ke dalam emas
karena emas dianggap mudah dijual kembali. Contoh dari produk investasi yang
tidak selalu mudah untuk dijual kembali adalah barang-barang koleksi.
Barang-barang koleksi umumnya tidak mudah dijual kembali karena pasar pembeli
barang-barang ini sangat spesifik. Lukisan misalnya, karena pasarnya yang
spesifik, yaitu mereka yang hobi akan lukisan juga, tidak selalu mudah menjual
lukisan. Tapi sekali terjual, bisa saja harganya sangat tinggi dan memberikan
keuntungan yang besar bagi orang yang menjualnya.
Mengurangi
Risiko
Investasi
Untuk
mengurangi risiko,
cara termudah adalah berinvestasi di berbagai sarana investasi. Cara ini
disebut dengan membuat portofolio investasi, dengan tujuan untuk
mengurangi kerugian investasi yang mungkin timbul dari suatu sarana investasi
dengan menutupnya menggunakan keuntungan yang diperoleh dari sarana investasi
yang lain.
Misalnya
berinvestasi pada reksa dana dan pada tabungan. Jika keduanya memberikan keuntungan
maka investor tidak akan menderita kerugian. Tetapi bagaimana jika salah
satunya mengalami kerugian, misalnya nilai reksa dana turun atau bank
dilikuidasi? Dengan adanya portofolio ini maka diharapkan kerugian salah satu
investasi dapat dikurangi oleh keuntungan dari investasi lain.
Dengan demikian untuk mengurangi risiko dalam investasi
adalah portofolio: "jangan meletakkan telur-telur dalam satu
keranjang" karena jika terjatuh, maka telur akan lebih banyak yang pecah
dibandingkan jika ditaruh pada beberapa keranjang jika keranjang yang lain
tidak jatuh.
Penutup
Belum tersosialisasinya
ekonomi syariah dengan baik adalah salah satu kendala pengembangan ekonomi
syariah di Indonesia. Kalaupun ekonomi syariah dikenal, masyarakat lebih banyak
mengenal bank syariah. Padahal ekonomi syariah tidak hanya kegiatan bisnis
perbankan berbasis syariah, tetapi sudah merambah pada sektor lain, seperti
reksadana, perhotelan, asuransi (takaful/social protection), bursa efek,
multilevel marketing hingga penyiaran (broadcast).
Meskipun demikian, tidak
dapat dipungkiri bahwa sektor perbankan adalah
sektor yang paling
mendominasi kegiatan ekonomi syariah. Sebuah riset yang dilakukan oleh Adiwarman
A. Karim menunjukkan bahwa pasar loyalis syariah sesungguhnya sangat terbatas. Potensi
pasar dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar. Pertama,
pasar loyalis syariah. Kedua, pasar mengambang yang tidak terlalu
fanatik dengan sistem perbankan. Dan ketiga adalah pasar loyalis
konvensional. Kelompok ini mempunyai ciri sangat fanatik terhadap bank
bersistem konvensional. Berdasarkan riset tersebut, pasar loyalis syariah masih mewakili minoritas potensi pasar.
Disadari bahwa sosialisasi
dan pemahaman masyarakat akan produk syariah memang masih terbatas. Meskipun
penduduk Indonesia sebagian besar adalah masyarakat Islam, tetapi pengembangan
produk syariah masih dini dan belum berkembang dengan baik. Termasuk dalam hal
ini adalah produk investasi syariah selain perbankan seperti saham, reksadana,
obligasi, dan asuransi, dan lain
sebagainya.
Produk investasi syariah
seperti reksadana dan saham memiliki prospek cerah. Setidaknya hal itu bisa
dilihat dari beberapa data yang ada. Menyangkut kinerja portofolio saham
syariah, berdasarkan penelitian yang dilakukan Farida Rachmawati (2002) kinerja
portofolio saham syariah memiliki prospek yang tidak mengecewakan. Selama tahun
2001-2002, kinerja portofolio saham syariah tengah mengungguli kinerja saham
konvensional untuk kriteria Sharpe Index dan Treynor Index. Portofolio saham
konvensional hanya unggul pada pengukuran dengan Jenshen’s Alpha. Dalam hal ini
portofolio saham syariah unggul pada kriteria return dan risk (level total
risiko dan risiko pasar).
Hasil penelitian tersebut
juga menunjukkan proses screening berdasarkan syariah memberikan pengaruh
positif terhadap kinerja portofolio saham syariah. Dari penelitian tersebut terlihat bahwa
kinerja portofolio 22 saham syariah mampu mengungguli kinerja 23 saham
konvensional selama periode 2001-2002.
Selain portofolio saham
syariah, alternatif investasi yang lain seperti reksadana syariah juga memiliki
prospek yang cerah. Menurut penelitian Rinda Aystuti (2003), pada tahun 2001
reksadana syariah campuran
(PNM Syariah dan Reksadana
Syariah Berimbang) memiliki kinerja yang underperform dibandingkan
dengan pasar. Namun pada tahun 2002, kinerja PNM Syariah membaik, dengan
rata-rata return yang lebih tinggi dibanding return pasar (Jakarta Islamic
Index). Namun bila dibandingkan kinerja indeks pasar konvensional (IHSG),
kinerja PNM Syariah dan Reksadana Syariah Berimbang lebih baik.
Tentu saja, ada banyak
faktor yang memengaruhi kinerja investasi syariah seperti saham dan reksadana.
Faktor makroekonomi yang terus membaik akan berimbas pada prospek investasi
syariah. Kondisi perekonomian yang terus membaik, terutama sektor riil juga
berdampak positif terhadap prospek investasi syariah, sebab investasi syariah
lebih banyak diinvestasikan pada sektor-sektor riil yang sesuai dengan konsep
syariah. Faktor lain yang tidak kalah penting dalam memengaruhi kinerja
portofolio investasi syariah adalah kemampuan atau profesionalisme pengelola
dana.
Sementara tantangan dan
ganjalan yang dihadapi dalam investasi syariah adalah konsep bagi hasil yang
tidak mampu memberikan patokan tingkat penghasilan yang pasti. Pintar tidaknya
pengelola dana akan menjadi ukuran sekaligus berdampak pada hasil yang bisa
diperoleh investor. Disadari bahwa instrumen investasi syariah masih terbatas,
sehingga kemampuan pengelola dana dalam mengatur portofolionya juga harus
piawai. Diversifikasi investasi yang terbatas jelas akan menyulitkan pengelola
dana. Oleh karena itu, investasi syariah mempunyai risiko yang lebih tinggi.
Hal yang sama juga dialami
dalam produk perbankan syariah. Dalam produk perbankan syariah, juga didasarkan
pada konsep bagi hasil sehingga patokan tingkat penghasilan juga tidak pasti.
Kemampuan pengelola atau profesionalisme yang terlibat di dalamnya akan sangat
menentukan kinerja perbankan syariah.
Jika kinerja bank syariah
buruk, deposito nasabah juga tidak berkembang. Risiko inilah yang tidak dipikul
deposan bank konvensional, sehingga kendati bank mengalami kerugian, investasi
yang ditanam bisa tetap tumbuh. Ini nilai tambah produk konvensional dibanding
produk investasi syariah.
Dalam asuransi syariah juga
didasarkan pada bagi hasil dan kegagalan juga berdasarkan beban bersama (sharing
the burden). Hal ini bisa dilihat dari aspek pengelolaannya. Dalam produk
asuransi konvensional, risiko dipindahkan dari klien ke perusahaan (transfer
of risk), sementara dalam asuransi syariah, risiko tersebut ditanggung
bersama-sama (sharing of risk). Jadi, risiko tidak menjadi beban perusahaan,
namun tanggungan bersama.
Dengan model seperti itu,
dana peserta dibagi menjadi dua, dana investasi dan dana kumpulan peserta (tabarru’).
Dana investasi murni menjadi hak peserta, sedangkan tabarru’ merupakan
penyisihan dari premi yang memang diikhlaskan untuk menjadi dana bersama. Dana
inilah yang digunakan untuk membayar klaim. Seluruh dana tersebut kemudian
dikelola oleh pihak asuransi ke berbagai bentuk investasi.
Di sinilah nilai tambah
asuransi syariah dibanding asuransi konvensional. Pasalnya, ada garis tegas
yang memisahkan dana pemegang saham dengan dana peserta. Dana peserta ini
kemudian diinvestasikan. Setelah dipotong biaya usaha, hasilnya akan dibagi
berdasarkan kesepakatan awal. Cuma, umumnya porsi untuk peserta lebih besar
daripada yang diperoleh pihak asuransi.
Sebagai sebuah produk
syariah, investasi syariah jelas harus sesuai dengan prinsip Islam. Tujuannya
untuk menciptakan dan mencapai tata ekonomi yang lebih beretika. Misalnya,
Islam melarang riba. Sebab riba merupakan praktik ekonomi yang eksploitatif
karena memanfaatkan kondisi mereka yang lemah atau dalam kondisi kesulitan.
Riba juga timbul dari praktik utang piutang dan perdagangan. Misalnya, sale
and lease back dan short selling yang cenderung spekulasi. Dalam
konsep syariah, tidak boleh memperjualbelikan sesuatu yang belum tentu ada dan
mungkin saja tidak terjadi. Dengan demikian praktik investasi syariah juga
harus menghindari konsep riba. Hal inilah yang membedakan antara investasi
syariah dan konvensional.
Selain
itu, prinsip investasi syariah juga harus dilakukan tanpa paksaan (ridha), adil
dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi dan jasa yang tidak dilarang
oleh Islam, termasuk bebas manipulasi dan spekulasi.
Daftar
Pustaka :
A. A. Islahi, Konsep Ekonomi Ibnu Taimiyah,
penerjemah H. Anshari Thayib, Surabaya, Bina Ilmu, 1997.
Adiwarman A.
Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, Edisi Ketiga,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007.
Adiwarman A.
Karim, Ekonomi Islam : Suatu Kajian Kontemporer, Gema Insani Press,
Jakarta, Cetakan Ketiga, Maret 2007.
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Penerjemah : Soeroyo &
Nastangin, Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995.
Agus
Sartono, Manajemen Keuangan : Teori dan Aplikasi, Bpfe, Yogyakarta,
Edisi Keempat, Maret, 2001.
Al-Mushlih,
Abdullah dan Al-Shawi, Shalah, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Penerjemah
: Abu Umar Basyir, Darul Haq, Jakarta, 2004.
Bramantyo
Djohanputro, Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi, Memastikan Keamanan dan
Kelanggengan Perusahaan Anda, PPM, Jakarta, Januari 2006.
Burhanuddin
S, Pasar Modal Syariah : Tinjauan Hukum, UII Press, Yogyakarta, 2008.
Frank E.
Vogel dan Samuel L. Hayes, III, Hukum Keuangan Islam : Konsep, Teori dan
Praktik, Nusamedia, Bandung, Cetakan 1, Juli 2007.
Heri
Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi,
Edisi 2, Ekonisia, Yogyakarta, 2003.
M. Umer Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi : sebuah tinjauan
Islam, penerjemah : Ikhwan Abidin Basri, Jakarta, Gema Insani Press, 2001.
Mamduh
M. Hanafi, Manajemen Keuangan Internasional, BPFE, Yogyakarta, 2003.
Mamduh M.
Hanafi, Manajemen Risiko, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, Cetakan Pertama,
Juli 2006.
Mervyn K.
Lewis dan Latifa M. Algoud, Perbankan Syariah : Prinsip, Praktik dan Prospek,
Penerjemah : Burhan Subrata, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, Cetakan 1, Oktober
2007.
Mochammad
Nadjib, dkk, Investasi Syariah : Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik,
Kreasi Wacana, Yogyakarta, Cetakan Pertama, Februari 2008.
Muhammad, Manajemen
Bank Syariah, Edisi Revisi, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, Februari 2005.
Nurul
Hudah dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah,
Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005.
Rifqi
Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariah : Konsep dan Implementasi PSAK Syariah,
P3EI Press, Yogyakarta, 2008.
[1] Muhammad Budi
Setiawan, “Pengantar Manajemen Investasi, Manajemen Investasi Syariah”,
www. Blog.cakwawan.com, diakses tanggal 21 Desember 2008.
[2] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam,
Penerjemah : Soeroyo & Nastangin, Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995,
Jilid 3, h : 159-167.
[3] Nurul
Hudah dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah,
Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005, h : 69-75
[4] Mochammad Nadjib, dkk, Investasi
Syariah : Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik, Kreasi Wacana,
Yogyakarta, Cetakan Pertama, Februari 2008, h : 7-16
[5] M. Faruq an Nabahan, Sistem Ekonomi
Islam : pilihan setelah kegagalan sistem Kapitalis dan Sosialis, alih
bahasa : Muhadi Zainuddin, UII Press, Yogyakarta, 2000, h : 92-97
[6] A. A. Islahi, Konsep Ekonomi Ibnu
Taimiyah, penerjemah H. Anshari Thayib, Surabaya, Bina Ilmu, 1997, h : 168.
[7] M. Umer Chapra, Masa Depan Ilmu
Ekonomi : sebuah tinjauan Islam (penerjemah : Ikhwan Abidin Basri),
Jakarta, Gema Insani Press, 2001, h : 27-43
[8] Muhammad, Manajemen
Bank Syariah, Edisi Revisi, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, Februari 2005, h :
74.
[10] Lebih lanjut
lihat fatwa MUI tentang Reksadana Syariah di www.halalguide.info, diakses tanggal 15 Desember 2008.
Dalam investasi yang berperspektif syariah termasuk investasi yang berpegangan pada prinsip islam.
BalasHapuspojokinvestasi.com
Saya TKI DI MALAYSIA
BalasHapusMaaf sebelumnya jika lewat Tempat ini saya menceritakan kisah hidup saya niat saya hanyalah semata ingin berbagi tapi semua tergantung Anda percaya atau tidak yg jelasnya inilah kenyataannya...
Syukur alhamdulillah kini saya bisa menghirup udara segar di indonesia karnah sudah sekian lama saya ingin pulang ke kampung halaman namun tak bisa sebab,saya harus bekerja di negri orang (Arab Saudi) karna ada hutang yang harus saya bayar di majikan yaitu 257 juta untuk uang indo namun saya tidak pusing lagi sebab kemaring saya di berikan Info oleh seseorang yang tidak saya kenal,katanya kalau mengalami kesulitan Ekonomi,Terlilit hutang silahkan minta bantuan sama
KI BARONG di Nomor telfon 0852 8895 8775 di jamin bantuan beliau 100% …
ATAU >>KLIK DISINI<<
BANTUAN DARI KI BARONG
1.PESUGIHAN
2.TOGEL
3. DANAH GHAIB
4.PENGGANDAAN UANG
5.UANG BALIK
6.PEMIKAT
7.PENGLARIS BISNIS (Jualan,Tokoh,warung)
8.PERLANJAR DALAM BERBAGAI HAL
Jadi saya beranikan diri menghubungi beliau dan menyampaikan semua masalah saya dan alhamdulillah saya bisa di bantu,kini semua hutang saya sama majikan di Saudi semua bisa terlunasi dan punya modal untuk pulang kampung,,,,
Jadi buat yang pengen seperti saya silahkan hubungi KI BARONG di nomor 0852 8895 8775 Anda tidak usah ragu akan adanya penipuan atau hal semacamnya sebab saya dan yg lainnya sudah membuktikan keampuhan bantuan beliau kini giliran Anda trimahkasi….
Musrik itu, dosa besar, bisa juga modus penipuan. Azab Allah D akhirat Jauh lebih pedih dibanding derita di Dunia
HapusMusrik itu, dosa besar, bisa juga modus penipuan. Azab Allah D akhirat Jauh lebih pedih dibanding derita di Dunia
HapusBismillah'hirahman'nirrahim
BalasHapusSahabat,
Barangkali rejeki bersama nih , yuk di cek link dibawah ...copy paste tulisannya share ke bos-bos...fee out transparan..... Terimakasih.
salam
#propertiaku
https://www.propertyakuindonesia.blogspot.com
PROPERTY INDONESIA - INDONESIA PROPERTY
NOTE:
- Keseriusan buyer mohon buyer siapkan bukti dana -
BalasHapusNice info. Oiya ngomongin investasi, ternyata ada beberapa jenis loh yang bisa dibilang paling populer di negeri kita ini. Mau tau apa aja jenis investasi yang dimaksud? Yuks cek di artikel keren yang saya temuin ini: Investasi online paling populer di Indonesia