Rabu, 20 November 2013

Menimbang kembali sumber-sumber zakat dalam perekonomian modern

Menimbang kembali sumber-sumber zakat dalam perekonomian modern
Setiawan bin Lahuri
(binlahuri@gmail.com)

Pendahuluan
            Al-Qur`an yang merupakan rujukan dan sumber hukum utama umat Islam, telah menjelaskan sumber zakat dengan menggunakan dua pendekatan[1] :
1.      Al-Bayan al-Ijmali atau global, yaitu dengan menjelaskan segala macam harta yang dimiliki, dan memenuhi persyaratan zakat.
2.      Al-Bayan at-Tafshili (detail) dengan menjelaskan berbagai jenis harta yang apabila telah memenuhi persyaratan zakat,maka wajib dikeluarkan zakatnya.
            Dengan pendekatan global ini, semua jenis harta benda yang belum ada contoh kongkretnya di zaman Rasulullah saw, tetapi perkembangan ekonomi membuatnya menjadi barang berharga (bernilai), maka harus dikeluarkan zakatnya. Beberapa sumber zakat meskipun secara langsung tidak dikemukakan dalam Al-Qur`an dan Hadits, akan tetapi saat ini menjadi sumber atau obyek zakat yang penting. Penentuan hukum zakat untuk obyek-obyek baru hasil ‘ijtihad’ ini banyak menggunakan dalil analogi (qiyas) yang merupakan salah satu dari dalil-dalil yang menjadi kesepakatan para ulama (al-Adillah al-Muttafaq `alaiha)[2]. Disamping menggunakan juga beberapa kaidah-kaidah fiqh dan tujuan umum dari syari`ah (maqashid as-syari`ah).
            Kriteria-kriteria yang digunakan untuk menetapkan sumber zakat adalah sebagai berikut :
1.      Sumber zakat tersebut masih dianggap hal yang baru, sehingga belum terdapat pembahasan secara mendalam dan terinci, berbagai macam kitab-kitan fiqh terdahulu belum banyak menjelaskannya, sebagai contoh zakat profesi.
2.      Sumber zakat tersebut merupakan ciri utama ekonomi modern, sehingga hampir di setiap negara yang sudah maju maupun di nergara berkembang, merupakan sumber zakat yang cukup potensial. Contohnya zakat investasi properti, zakat perdagangan mata uang dan lain sebagainya.
3.      Sementara ini zakat selalu dikaitkan sebagai kewajiban perorangan, sehingga badan hukum yang melakukan kegiatan usaha tidak termasuk dalam sumber zakat. Padahal zakat disamping harus dilihat dari sudut muzakki, juga harus dilihat dari sudut obyek hartanya. Oleh karena itu sumber zakat yang harus dikeluarkan oleh lembaga-lembaga dan badan hukum perlu mendapatkan pembahasan, sebagai contoh zakat perusahaan.
4.      Sumber zakat sektor modern yang mempunyai nilai yang sangat signifikan, dan terus berkembang dari waktu ke waktu, dan perlu mendapatkan perhatian serta keputusan status zakatnya, misalkan usaha tanaman anggrek, burung walet, ikan hias dan lain sebagainya. Demikian pula sektor rumah tangga modern pada sekelompok tertentu yang berkecukupan, bahkan cenderung berlebih-lebihan (israf), yang dapat dilihat dari jumlah dan harga kendaraan serta perabotan rumah tangga yang dimilikinya.
            Dalam kaitannya dengan perekonomian modern diantaranya sector pertanian, industri dan jasa, jika dilihat dari kegiatan zakat, maka ada yang tergolong pada flows dan ada pula yang tergolong dalam stocks[3]. Flows adalah berbagai aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan dalam waktu jam, hari, bulan dan tahun, tergantung pada akadnya. Sedangkan stocks adalah networth atau hasil kotor dikurangi keperluan keluarga dari orang perorang yang harus dikenakan zakat pada setiap tahunnya sesuai dengan nishab.
            Dengan menggunakan metode purpose sampling berdasarkan kriteria-kriteria diatas, maka terpilihlah sumber zakat dari hal-hal berikut ini[4] :
a.       Zakat Profesi
b.      Zakat Perusahaan
c.       Zakat Surat-Surat Berharga
d.      Zakat Perdagangan Mata Uang
e.       Zakat Hewan Ternak yang Diperdagangkan
f.        Zakat Madu dan Produk Hewani
g.       Zakat Investasi Properti
h.      Zakat Asuransi Syariah
i.         Zakat Tanaman Anggrek, Ikan Hias, Burung Walet, dan sebagainya
j.         Zakat Aksesoris Rumah Tangga Modern

A.     Zakat Pencarian dan Profesi
            Menurut Yusuf Qardhawi bentuk penghasilan yang paling menyolok pada zaman sekarang ini adalah apa yang diperoleh dari pekerjaan dan profesinya[5]. Pekerjaan yang menghasilkan uang dua macam :
            Pertama adalah pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan tangan atau otak. Penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan penghasilan profesional, seperti penghasilan seorang dokter, insinyur, advokat, seniman, penjahit dan lain sebagainya.
            Kedua adalah pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain, baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah. Penghasilan dari pekerjaan seperti ini berupa gaji, upah atau honorarium[6].
            Landasan hukum kewajiban zakat profesi adalah QS. At-Taubah : 103, Al-Baqarah : 267 dan Adz-Dzariyaat : 19. Sayyid Quthub dalam Fi Dzilaal Al-Quran ketika menafsirkan Al-Baqarah : 267 menyatakan bahwa nash ini mencakup seluruh hasil usaha manusia yang baik dan halal dan mencakup juga seluruh yang dikeluarkan Allah swt dari dalam dan atas bumi, seperti hasil-hasil pertanian, dan hasil pertambangan. Karena itu nash ini mencakup semua harta benda, baik yang terdapat di zaman Rasulullah saw, maupun di zaman sesudahnya[7].

Nishab, Waktu dan Kadar Zakat Profesi
            Terdapat beberapa kemungkinan dan kesimpulan dalam menentukan nishab, kadar dan waktu mengeluarkan zakat profesi, hal ini sangat bergantung kepada analogi yang digunakan :
            Pertama, jika dianalogikan pada zakat perdagangan, maka nishab, kadar dan waktu mengeluarkannya sama dengan zakat perdagangan, zakat emas dan perak. Nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5 persen dan waktu mengeluarkannya setahun sekali, setelah dikurangi kebutuhan pokok.
            Contoh : jika penghasilan seseorang Rp.5.000.000 setiap bulan dan kebutuhan pokoknya Rp.3.000.000, maka besar zakat yang dikeluarkan adalah : 2,5% x 12 x Rp.2.000.000 adalah Rp.600.000 per tahun atau Rp.50.000 per bulan.
            Kedua : jika dianalogikan pada zakat pertanian, maka nishabnya senilai 653 kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar 5 % dan dikeluarkan pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan, misalnya sebulan sekali. Dalam contoh kasus di atas, maka kewajiban zakatnya adalah : 5 % x 12 x Rp.2.000.000 adalah Rp.1.200.000 per tahun atau Rp.100.000 per bulan.
            Ketiga : jika dianalogikan pada zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20 % tanpa ada nishab dan dikeluarkan pada saat menerimanya. Pada contoh di atas, maka zakat yang wajib dikeluarkan 20 % x Rp.5.000.000 adalah Rp.1.000.000 setiap bulan.
            Disini perlu dicatat bahwa kondisi pertanian saat ini yang tidak berpihak pada para petani, dengan biaya pertanian yang tinggi (benih, pupuk, solar dan lain sebagainya), sementara harga jual hasil pertanian mereka tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan, maka analogi zakat profesi terhadap zakat pertanian tidak tepat.

B.     Zakat Perusahaan
            Sebagian besar perusahaan saat ini dikelola tidak secara individu melainkan secara bersama-sama oleh sebuah lembaga atau organisasi dengan manajemen yang modern, misalnya PT, CV, Koperasi dan lain sebagainya. Para ahli ekonomi menyatakan bahwa saat ini komoditas yang dikelola perusahaan tidak terbatas pada komoditas tertentu yang konvensional, yang dilakukan dalam skala, wilayah dan level yang sempit. Bisnis yang dikelola perusahaan telah merambah berbagai bidang kehidupan, dalam skala dan wilayah yang sangat luas. Secara sederhana perusahaan ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori : pertama perusahaan yang menghasilkan produk-produk tertentu, kedua perusahaan yang bergerak di bidang jasa, dan ketiga perusahaan yang bergerak di bidang keuangan[8].
            Landasan hukum dari zakat perusahaan adalah nash-nash yang bersifat umum, diantaranya : QS. Al-Baqarah : 267, At-Taubah : 103 dan beberapa Hadits Shahih.

Nishab, Kadar dan Waktu Zakat Perusahaan
            Para Ulama dalam Konferensi Internasional Pertama tentang Zakat di Kuwait (29 Rajab 1404 H), menganalogikan zakat perusahaan kepada zakat perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi, kegiatan sebuah perusahaan intinya adalah kegiatan perdagangan atau trading. Oleh karena itu secara umum pola penghitungan dan pembayaran zakat perusahaan sama dengan zakat perdagangan. Yaitu 2,5 %, dengan nishab 85 gram emas.
            Biasanya sebuah perusahaan memiliki harta dalam bentuk[9] :
1.      Harta dalam bentuk barang, baik yang berupa sarana dan prasarana, maupun yang berupa komoditas perdagangan.
2.      Harta dalam bentuk uang tunai, yang biasanya disimpan di bank.
3.      Harta dalam bentuk piutang.
            Dengan demikian harta perusahaan yang wajib zakatnya meliputi ketiga bentuk harta tersebut, dikurangi harta dalam bentuk sarana dan prasarana serta kewajiban mendesak lainnya, seperti hutang jatuh tempo. Pola penghitungan zakat perusahaan didasarkan pada laporan keuangan dengan mengurangi kewajiban atas aktiva lancar, atau seluruh harta (kecuali sarana dan prasarana) ditambah keuantungan dikurangi pembayaran hutang dan kewajiban lainnya, dan dikeluarkan 2,5 % sebagai zakatnya. Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Ubaid dalam kitab Al-Amwaal.
            Sementara ada pendapat lain yang menyatakan bahwa zakat perusahaan hanya diambil dari keuntungan perusahaan saja[10].
            Nampaknya dengan keuntungan besar yang berhasil diraup oleh perusahaan-perusahaan khususnya yang bergerak di bidang transportasi, telekomunikasi dan tehnologi, maka zakat yang hanya 2,5 % dari kekayaan perusahaan, tidak relevan dengan realitas yang ada di masyarakat. Perlu semacam ijtihad untuk menaikkan prosentasi zakat perusahaan supaya lebih besar dari 2,5 %.

C.      Zakat Surat-Surat Berharga (Saham dan Obligasi)
Zakat Saham
            Salah satu bentuk harta yang berkaitan dengan perusahaan adalah saham. Pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasional perusahaannya. Pada setiap akhir tahun, biasanya pada waktu Rapat Umum Pemegang Saham dapat diketahui deviden (keuntungan) perusahaan dan kerugiannya. Pada saat itulah dihitung ketentuan kewajiban zakat terhadap saham tersebut.
            Yusuf Qardhawi mengemukakan dua pendapat yang berkaitan dengan kewajiban zakat pada saham perusahaan[11] :
            Pertama, jika sebuah perusahaan adalah perusahaan industri murni, artinya tidak melakukan kegiatan perdagangan, maka sahamnya tidak wajib dizakati. Contohnya perusahaan hotel, biro perjalanan, angkutan dan lain sebagainya. Alasannya adalah karena saham-saham itu terletak pada alat-alat, perlengkapan, gedung dan sarana lainnya. Akan tetapi keuntungan yang dihasilkan digabungkan ke dalam harta pemilik saham tersebut, kemudian zakatnya dikeluarkan bersama harta lainnya.
            Kedua, jika perusahaan tersebut adalah perusahaan dagang murni, yang membeli dan menjual barang-barang, tanpa mengeluarkan kegiatan pengolahan, maka sahamnya wajib dikeluarkan zakatnya.
            Berdasarkan keterangan di atas, maka zakat saham dapat dianalogikan pada zakat perdagangan, baik nishab maupun kadarnya, yaitu nishabnya senilai 85 gram emas dan kadarnya sebesar 2,5 %.
Zakat Obligasi
            Obligasi adalah perjanjian tertulis dari bank, perusahaan atau pemerintah, kepada pemegangnya untuk melunasi sejumlah pinjaman dalam masa waktu tertentu dan dengan tingkat bunga tertentu pula.
            Obligasi sangat tergantung kepada bunga yang termasuk kategori riba yang secara tegas dilarang dalam agama. Meskipun demikian yang menarik adalah bahwa sebagian ulama, meskipun mereka sepakat bahwa bunga adalah haram, tetapi mereka tetap menyatakan bahwa obligasi adalah salah satu sumber zakat dalam perekonomian modern. Muhammad Abu Zahrah menyatakan bahwa jika obligasi itu dibebaskan dari zakat, maka oranag akan lebih suka memanfaatkan obligasi dari pada saham, dengan demikian orang akan terdorong untuk meninggalkan yang halal dan melakukan yang haram, dan jika ada harta yang haram sedangkan pemiliknya tidak diketahui, maka akan disalurkan kepada sedekah[12].
            Didin Hafidhuddin berpendapat bahwa jika obligasi hanya tergantung pada bunga, maka bukan merupakan obyek atau sumber zakat, karena zakat hanya bisa diambil dari harta yang baik dan halal.

Kesimpulan
            Hal-hal yang tersebut diatas adalah sebagian dari harta benda dalam perekonomian modern yang oleh para ulama dipandang harus dikeluarkan zakatnya, meskipun secara pasti tidak tercantum dalam nash Al-Qur`an dan Hadits. Yusuf Qardhawi secara panjang lebar menjelaskan dalam buku Fiqh Az-Zakat tentang sumber-sumber zakat pada perekonomian modern, diantaranya zakat investasi pabrik, gedung dan lain lain. Zakat Profesi atau penghasilan dan Zakat Saham dan Obligasi.
            Barangkali yang menjadi tugas kita saat ini adalah mencari sumber-sumber zakat yang baru dari obyek-obyek perekonomian modern yang sangat luas. Dimana sebagian besar perusahaan-perusahaan sekarang ini mendapatkan keuntungan yang sangat besar, dan sudah tentu harta tersebut harus dibayarkan zakatnya.
            Wallahu a`lam.





















Daftar Pustaka :

            Yusuf Qardhawi : Hukum Zakat, Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Al-Qur`an dan Hadits, terj. Dr. Salman Harun, Dr. Didin Hafidhuddin dan Drs. Hasanuddin, Litera Antar Nusa, Jakarta, Cetakan kesepuluh, 2007

            Didin Hafidhuddin : Zakat dalam Perekonomian Modern, Gema Insani, Jakarta, 2002

            `Abdul Wahhab Khalaf : `Ilmu Ushul al-Fiqh, Al-Haramain, Jeddah, 2004

            Gazi Inayah : Teori Komprehensif Tentang Zakat dan Pajak, terj. Zainuddin Adnan dkk, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2003

            `Abdul Hamid Mahmud Al-Ba`ly : Ekonomi Zakat : Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Syariah, terj. Muhammad Abdul Karim, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006

            Ugi Suharto : Keuangan Publik Islam : Reinterpretasi Zakat dan Pajak, Pusat Studi Zakat STIS, Yogyakarta, 2004

            Mundzir Qahaf : Manajemen Wakaf Produktif, Khalifa, Jakarta, 2000

            Muhammad Abdul Mannan : Ekonomi Islam : Teori dan Praktek, terj. Drs. M. Nastangin, Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1997
           

           

           




[1]  Didin Hafidhuddin : Zakat dalam Perekonomian Modern, Gema Insani, Jakarta, 2002, hal : 91
[2]  `Abdul Wahhab Khalaf : `Ilmu Ushul al-Fiqh, Al-Haramain, Jeddah, 2004, hal : 20
[3]  Monzer Kahf : Ekonomi Islam : Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam, terj. Machnun Husein, Pustaka Pelajar, Yogayakarta, 1995, hal : 86
[4]  Didin Hafidhuddin, ibid, hal : 93
[5]  Yusuf Qardhawi : Hukum Zakat, Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Al-Qur`an dan Hadits, terj. Dr. Salman Harun, Dr. Didin Hafidhuddin dan Drs. Hasanuddin, Litera Antar Nusa, Jakarta, Cetakan kesepuluh, 2007, hal : 459
[6]  Ibid, hal : 459
[7]  Sayyid Quthub : Fi Dzilaal Al-Quran, Daar al-Syuruq, Beirut, 1977, juz 1, hal : 310
[8]  Didin Hafidhuddin, ibid, hal : 99
[9]  Ibid, hal : 102
[10]  Lebih lanjut lihat Yusuf Qardhawi : Hukum Zakat, ibid, hal : 433 dan seterusnya.
[11]  Yusuf Qardhawi : Hukum Zakat, ibid, hal : 490-497
[12]  Muhammad Abu Zahrah dalam Penerapan Zakat dalam Dunia Modern, Syauqi Ismail Syahatah, terj. Anshori Umar Sitanggal, Pustaka Dian, Jakarta, 1989, hal : 187

1 komentar:

  1. Saya TKI DI MALAYSIA
    Maaf sebelumnya jika lewat Tempat ini saya menceritakan kisah hidup saya niat saya hanyalah semata ingin berbagi tapi semua tergantung Anda percaya atau tidak yg jelasnya inilah kenyataannya...
    Syukur alhamdulillah kini saya bisa menghirup udara segar di indonesia karnah sudah sekian lama saya ingin pulang ke kampung halaman namun tak bisa sebab,saya harus bekerja di negri orang (Arab Saudi) karna ada hutang yang harus saya bayar di majikan yaitu 257 juta untuk uang indo namun saya tidak pusing lagi sebab kemaring saya di berikan Info oleh seseorang yang tidak saya kenal,katanya kalau mengalami kesulitan Ekonomi,Terlilit hutang silahkan minta bantuan sama
    KI BARONG di Nomor telfon 0852 8895 8775 di jamin bantuan beliau 100% …
    ATAU >>KLIK DISINI<<
    BANTUAN DARI KI BARONG
    1.PESUGIHAN
    2.TOGEL
    3. DANAH GHAIB
    4.PENGGANDAAN UANG
    5.UANG BALIK
    6.PEMIKAT
    7.PENGLARIS BISNIS (Jualan,Tokoh,warung)
    8.PERLANJAR DALAM BERBAGAI HAL
    Jadi saya beranikan diri menghubungi beliau dan menyampaikan semua masalah saya dan alhamdulillah saya bisa di bantu,kini semua hutang saya sama majikan di Saudi semua bisa terlunasi dan punya modal untuk pulang kampung,,,,
    Jadi buat yang pengen seperti saya silahkan hubungi KI BARONG di nomor 0852 8895 8775 Anda tidak usah ragu akan adanya penipuan atau hal semacamnya sebab saya dan yg lainnya sudah membuktikan keampuhan bantuan beliau kini giliran Anda trimahkasi….

    BalasHapus